
Duh! Negara Berkembang 'Seruduk' IMF Saat Pertemuan di Bali

Bali, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, banyak negara berkembang saat ini meminta agar kuota di International Monetary Fund (IMF) dinaikan, apakah Indonesia juga ikutan?
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan setiap Presidensi G20 dari tahun ke tahun, international financial architecture (IFA) selalu menjadi isu yang dibahas.
"Di dalam pembahasan IFA adalah mengenai bagaimana kita memperkuat keuangan dan tata kelola di IMF," jelas Dody saat melakukan video conference di Bali, dikutip Sabtu (11/12/2021).
IMF merupakan pusat atau sentral dari global financing safety net. Artinya safety net keuangan global dipusatkan di IMF. Hal ini menjadi penting untuk diperkuat permodalannya dari sisi tata kelola dan besaran iuran masing-masing member.
Pada akhirnya kuota dari member ini, kata Dody harus disesuaikan. Sekarang ini di dalam pembahasan kenaikan kuota, namun isu ini menjadi sangat sulit untuk mencapai titik temunya.
"Keinginan kenaikan negara berkembang untuk kuota ini disesuaikan disamping ada kenaikan kuota, akan ada penyesuaian dari voting power dari masing-masing negara dari negara emerging market (negara berkembang), ini jadi salah satu topik di sosial safety net," jelas Dody.
Sayangnya, Dody tidak merinci, negara berkembang mana saja yang meminta kuota di IMF ini dinaikkan.
Sistem kuota IMF diciptakan untuk mengumpulkan dana untuk pinjaman. Setiap negara anggota IMF diberikan kuota, atau kontribusi, yang mencerminkan ukuran relatif negara tersebut dalam ekonomi global.
Kuota setiap anggota juga menentukan kekuatan voting relatifnya. Dengan demikian, kontribusi keuangan dari anggota berkaitan dengan hak suara dalam organisasi.
Keuntungan dari kenaikan kuota ini, kata Dody tentu akan memberikan keuntungan setiap anggota negara untuk meminjam uang kepada IMF.
"Kuota naik apa bagusnya? Kemampuan di dalam meminjam, kalau butuh bantuan IMF meningkat. Kalau keuntungan kepada IMF untungnya jelas, karena iuran member naik. Karena kekuatan fund dari IMF meningkat dari iuran member," jelas Dody.
Negara-negara kaya memiliki lebih banyak suara dalam pembuatan dan revisi peraturan.
Karena pengambilan keputusan di IMF mencerminkan posisi ekonomi relatif setiap anggota di dunia, negara-negara kaya yang memberikan lebih banyak uang kepada IMF memiliki pengaruh yang lebih besar daripada anggota yang lebih miskin yang menyumbang lebih sedikit.
Dody mencontohkan, misalnya saja China. Saat ini kata dia China belum mencerminkan kekuatan ekonominya. Berarti kalau kuota China dinaikan, maka kuota negara lain yang dikorbankan.
"Sekarang ini adalah review ke-16 untuk kenaikan kuota. [...] Ini tidak mudah, sehingga setiap ada review kuota, posisi terakhir kemudian tidak bisa dilakukan. Kembali ke eksisting terus seperti itu," tuturnya.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos BI Bicara Urgensi Koordinasi Moneter Dalam G20 Tahun 2022