
Mentok di Rp 14.300/US$, Rupiah Nyaris Berbalik Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (9/12), tetapi sayangnya momentum tersebut terhenti. Rupiah justru nyaris berbalik melemah di pertengahan perdagangan.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,38% di Rp 14.300/US$. Rupiah mentok di level tersebut, setelahnya penguatan rupiah terpangkas, hingga tersisa 0,07% saja di Rp 14.345/US$.
Apresiasi rupiah kembali bertambah dan berada di Rp 14.325/US$, atau menguat 0,21% pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan mampu mempertahankan penguatan, tetapi sulit untuk menembus ke bawah Rp 14.300/US$. Hal tersebut terlihat dari kurs non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan hari ini.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.339,00 | Rp14.351,9 |
1 Bulan | Rp14.327,00 | Rp14.373,0 |
2 Bulan | Rp14.409,00 | Rp1.421,0 |
3 Bulan | Rp14.449,00 | Rp14.466,0 |
6 Bulan | Rp14.604,00 | Rp14.612,0 |
9 Bulan | Rp14.749,00 | Rp14.754,0 |
1 Tahun | Rp14.904,00 | Rp14.930,8 |
2 Tahun | Rp15.523,90 | Rp15.512,7 |
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus menjadi penopang penguatan rupiah.
Membaiknya sentimen pelaku pasar merespon kabar virus corona Omicron hanya menimbulkan gejala ringan dan tidak ada lonjakan tingkat keterisian rumah sakit menjadi pemicu penguatan rupiah. Kabar baik lainnya perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengatakan berdasarkan dara awal penelitian di lab, tiga dosis vaksin buatan mereka mampu meredam Omicron secara efektif.
Tetapi, pelaku pasar kembali was-was, sebab Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan meski tidak menimbulkan gejala yang parah, tetapi Omicron lebih mudah menyebar dan ada risiko tingkat keterisian rumah sakit akan meningkat.
"Bahkan jika tingkat keparahannya sama atau bahkan berpotensi lebih rendah daripada varian Delta, diyakini rawat inap akan meningkat jika lebih banyak orang terinfeksi dan akan ada jeda waktu antara peningkatan insiden kasus serta peningkatan kasus kematian," ujar lembaga kesehatan global itu dikutip Straits Times, Kamis (9/12/2021).
Perkembangan Omicron masih akan terus mempengaruhi sentimen pelaku pasar, dan berdampak pada pergerakan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
