Heru Kasus Pertama, Dituntut Hukuman Mati di Pasar Modal RI

Feri Sandria, CNBC Indonesia
08 December 2021 17:50
INFOGRAFIS, Rekam Jejak Heru Hidayat
Foto: Infografis/Rekam Jejak Heru Hidayat/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Heru Hidayat belakangan kian ramai diperbincangkan dan mulai familiar di telinga masyarakat, apalagi setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menuntut pidana hukuman mati atas keterlibatannya di kasus korupsi PT Asabri (Persero).

Tuntutan hukuman mati ini sendiri merupakan yang pertama kali dalam kasus yang terkait dengan transaksi dan manipulasi di pasar modal. Sebelumnya hanya ada satu narapidana lain yang pernah dituntut pidana mati atas kasus korupsi dan itu terjadi di lembaga keuangan.

Lima belas tahun lalu, Dicky Iskandar Dinata pernah dijatuhi tuntutan hukuman mati karena terlibat dalam kasus pembobol Bank BNI melalui transaksi fiktif senilai Rp 1,7 triliun.

Direktur utama PT Brocolin Indonesia, terbukti menerima kucuran dana hasil pembobolan Bank BNI sebesar Rp 49,2 miliar dan 2,99 juta dolar AS hasil pencairan L/C fiktif PT Gramarindo Group pada Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.

Namun, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak mengabulkan tuntutan jaksa. Akhirnya Ayah dari produser film Nia Dinata ini hanya diganjar hukuman 20 tahun penjara.

Tersangka lain kasus pembobolan BNI yang tahun ini baru ditangkap setelah buron 17 tahun, Maria Pauline Lumowa juga tidak dituntut mati tapi dijatuhi hukuman 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu ia juga disuruh untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesarĀ Rp185 miliar.

Apa Dosa besar Heru Hidayat?

Heru Hidayat merupakan pengusaha asal Surakarta, Jawa Tengah. Berdasarkan laporan tahunan Inti Agri Resources [IIKP], di mana ia menjabat sebagai komisaris utama, ia disebutkan mengenyam pendidikan formal terakhir di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Solo.

Selain itu ia juga merupakan komisaris utama dan pemilik perusahaan energi PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Namanya baru mulai ramai diperbincangkan setelah didakwa menjadi bagian dari jaringan komplotan yang ikut terjerat dalam pusat dua mega skandal, yakni kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri.

Saham IIKP sendiri saat ini tidak bergerak di level Rp 50 per saham, dengan PT Asabri tercatat sebagai pengendali.

Dalam sidang Jiwasraya, dari penelusuran BEI, modus yang dilakukan oleh Heru dan komplotannya adalah dengan manipulasi perdagangan saham supaya harganya naik sangat signifikan, tapi secara fundamental perusahaan tersebut tidak memiliki kinerja baik, merugi bahkan tidak layak investasi.

Dalam kasus tersebut, Heru Hidayat telah dituntut pidana penjara seumur hidup dan diharuskan mengembalikan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 10,72 triliun.

Sama dengan kasus Jiwasraya, pada skandal korupsi Asabri, Heru dan komplotannya juga menempatkan dana ke saham-saham gorengan, ini dilakukan dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik.

Kemudian saham-saham non-likuid itu sendiri dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat ramai berpindah tangan dengan cara melakukan transaksi semu yakni saham dijual dan dibeli oleh pihak yang sama dengan nominee (nama alias) yang berbeda agar tidak terdeteksi oleh regulator.

Berbeda dengan tuntutan seumur hidup di kasus Jiwasraya, kali ini JPU menuntut hukuman mati atas keterlibatan Heru di kasus Asabri.

Tuntutan mati yang diajukan Jaksa kepadanya salah satunya dikarenakan besarnya kerugian yang ditanggung oleh negara yang juga mengakibatkan begitu banyak orang seperti anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan yang menrupakan peserta di PT. ASABRI menjadi korban.

Secara lebih rinci dalam pertimbangannya, Jaksa membeberkan delapan alasan pemberatan pidana dan mengapa Heru Hidayat layak dituntut mati.

Maka dengan berbagai alasan pertimbangan tersebut, JPU membacakan tuntutan terhadap terdakwa dengan amar putusan sebagai berikut:

Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Menghukum terdakwa dengan pidana mati;

Membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati & Ganti Rugi Rp 12 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular