Rupiah Sudah 12 Hari Tak Menguat, BI Bakal Beraksi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 December 2021 15:24
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah lagi-lagi melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/12). Dengan demikian, rupiah sudah 12 hari tidak pernah menguat, rinciannya 10 kali melemah dan 2 kali stagnan.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung merosot 0,24% ke Rp 14.430/US$. Depresiasi rupiah makin bertambah menjadi 0,37% ke Rp 14.448/US$ yang merupakan level terlemah sejak 20 Agustus lalu.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.435/US$ melemah 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Setidaknya ada dua hal yang bakal memberatkan rupiah, kemungkinan bank sentral AS (The Fed) lebih agresif dalam menormalisasi kebijakannya serta virus corona varian Omicron yang belum diketahui sebesar besar dampaknya bagi perekonomian global.

Hal tersebut memicu capital outflow yang besar, sehingga rupiah kesulitan untuk menguat.

Bank Indonesia (BI) mencatat non-residen di pasar keuangan Tanah Air jual neto Rp 12,5 triliun hanya dalam 4 hari saja pada perode 29 November hingga 2 Desember.

"Dari jumlah tersebut, aliran modal asing yang keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 9,82 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 2,68 triliun," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam laporan resminya, Jumat (3/12).

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada pekan depan, dan ada kemungkinan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dipercepat.

Ketika tapering dipercepat, maka suku bunga kemungkinan juga akan dinaikkan lebih awal, hal tersebut memicu capital outflow di pasar SBN.

Sementara itu tekanan akibat virus Omicron juga diamini oleh Bank Indonesia (BI).

"(Penyebabnya) Terkait kondisi global memang kekhawatiran pasar saat ini tertuju pada merebaknya varian baru Omicron yang mulai terjadi di Eropa, AS dan Korea Selatan," ungkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hariyadi Ramelan kepada CNBC Indonesia, Senin (6/12/2021).

Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hariyadi Ramelan kepada CNBC Indonesia mengatakan Bank Indonesia akan berada di pasar untuk menjamin kestabilan nilai tukar rupiah. Sederet langkah intervensi siap untuk dilakukan bila kondisi mendesak.

"Jadi kami memantau situasi ini dengan closely alert dan tentunya terus berada di pasar valas dan rupiah domestik untuk memastikan kecukupan supply valas dengan adanya profit taking atau peningkatan demand ini," jelasnya.

BI memiliki beberapa instrumen yang dikenal dengan nama triple intervention, baik di Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Dengan demikian diharapkan rupiah kembali stabil dan bergerak sesuai fundamentalnya. Apalagi di sisi lain imbal hasil yang ditawarkan ke investor masih sangat menarik.
"BI akan selalu jaga nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, terlebih CDS masih relatif stabil dan attractiveness SBN kita masih tetap menarik dibanding peers country," ujar Hariyadi.

"Kami meyakini kondisi saat ini temporer dan BI terus menjaga pasar domestik dengan respon bauran kebijakan yang terukur baik dari sisi nilai tukar, manajemen likuiditas yang tetap akomodatif dan instrumen GWM maupun kebijakan suku bunga yang terukur dan timely dengan tetap melihat perkembangan eksternal seperti FOMC 13-14 Desember nanti," paparnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular