Tertahan di Rp 14.430/US$, Rupiah di Level Terlemah 15 Pekan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 06/12/2021 12:19 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (6/12). Sebelum hari ini, rupiah sudah tidak pernah menguat dalam 11 hari perdagangan, dengan rincian 9 kali melemah dan 2 kali stagnan. Artinya, tren buruk tersebut masih akan berlanjut pada perdagangan hari ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,24% ke Rp 14.430/US$. Depresiasi rupiah membengkak menjadi 0,31% ke Rp 14.440/US$, level terendah dalam lebih dari 15 pekan terakhir.

Pada pukul 12:00 WIB, rupiah kembali ke level pembukaan perdagangan hari ini.


PeriodeKurs Pukul 8:54 WIBKurs Pukul 11:54 WIB
1 PekanRp14.446,20Rp14.433,3
1 BulanRp14.489,00Rp14.467,0
2 BulanRp14.540,00Rp14.518,0
3 BulanRp14.589,00Rp14.567,0
6 BulanRp14.742,00Rp14.720,0
9 BulanRp14.895,00Rp14.873,0
1 TahunRp15.061,10Rp15.044,0
2 TahunRp15.589,00Rp15.581,0

Di sisa perdagangan hari ini rupiah berpeluang memangkas pelemahan lebih lanjut. Hal tersebut terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Aliran modal keluar (capital outflow) dari dalam negeri memberikan tekanan bagi rupiah.

Bank Indonesia (BI) mencatat non-residen di pasar keuangan Tanah Air jual neto Rp 12,5 triliun hanya dalam 4 hari saja pada periode 29 November hingga 2 Desember.

"Dari jumlah tersebut, aliran modal asing yang keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 9,82 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 2,68 triliun," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam laporan resminya, Jumat (3/12).

Pemicunya, bank sentral AS (The Fed) yang kemungkinan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya, dan penyebaran virus corona Omicron.

"(Penyebabnya) Terkait kondisi global memang kekhawatiran pasar saat ini tertuju pada merebaknya varian baru Omicron yang mulai terjadi di Eropa, AS dan Korea Selatan," ungkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hariyadi Ramelan kepada CNBC Indonesia, Senin (6/12/2021)

Indonesia memang sudah sukses meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona bertambah 196 orang dalam sehari. Ini adalah kasus harian terendah sejak 6 April tahun lalu.

Dalam sepekan terakhir, rata-rata kasus positif bertambah 250 orang dalam sehari. Turun dibandingkan rerata seminggu sebelumnya yaitu 361 orang per hari.

Dengan pasien sembuh yang juga terus bertambah, kasus aktif corona di Tanah Air kian menurun. Per 5 Desember 2021, jumlah kasus aktif corona tercatat 7.526 orang, terendah sejak 29 April 2020.

Kasus aktif adalah pasien yang masih dalam perawatan, baik secara mandiri maupun di fasilitas kesehatan. So, kasus aktif menggambarkan situasi pandemi yang sesungguhnya di lapangan.

Meski demikian, bukan berarti "perang" sudah selesai. Ancaman baru datang dari Omicron yang dikatakan lebih mudah menyebar ketimbang varian delta.

Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia rentan terkena lonjakan kasus lagi dari varian Omicron. Apalagi, sebentar lagi akan memasuki Natal dan Tahun Baru, di mana mobilitas masyarakat akan mengalami peningkatan, dan bisa memicu lonjakan kasus seperti tahun lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS