Rupiah Sudah Terpuruk, Eh Ketimpaan Kabar Buruk Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Sabtu, 04/12/2021 14:20 WIB
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang terpuruk dalam dua pekan terakhir melawan dolar Amerika Serikat (AS). Mata Uang Garuda tidak pernah menguat dalam 11 hari perdagangan terakhir. Rinciannya, melemah 9 kali, stagnan 2 kali.

Sepanjang pekan ini, rupiah mencatat pelemahan 0,66% ke Rp 14.395/US$, dan berada di level terlemah dalam 14 minggu terakhir. Sementara dalam 11 hari tak pernah menguat, rupiah merosot 1,2%.


Setidaknya ada dua hal yang bakal memberatkan rupiah, kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) lebih agresif dalam menormalisasi kebijakannya serta virus corona varian Omicron.

The Fed secara resmi mengumumkan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.

Namun dalam beberapa pekan terakhir banyak pejabat elit The Fed yang mendorong tapering dilakukan lebih cepat guna meredam tingginya inflasi. Dan, ketua The Fed Jerome Powell di pekan ini mengatakan bisa mempercepat laju tapering.

"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).

Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.

"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.

The Fed akan mengadakan rapat kebijakan moneter pada 14 dan 15 Desember waktu setempat. Sebelum pengumuman kebijakan moneter tersebut, rupiah perlu berjuang ekstra keras untuk menguat.

Namun yang terpenting adalah proyeksi suku bunga The Fed, yang disebut Fed dot plot. Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. 

Dalam dot plot edisi September, sebanyak 9 orang dari 18 anggota Federal Open Market Committee (FOMC) kini melihat suku bunga bisa naik di tahun depan. Jumlah tersebut bertambah 7 orang dibandingkan dot plot edisi Juni. Saat itu mayoritas FOMC melihat suku bunga akan naik di tahun 2023.

Dot plot tersebut juga bisa menggambarkan seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun depan. Semakin agresif, maka rupiah akan semakin terpuruk.

Untuk saat ini, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga dua hingga tiga kali di tahun depan.

Foto: Refinitiv

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 44,7% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%) menjadi 0,25% - 0,5% pada Juni 2022.

Kemudian The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi pada bulan September dan Desember 2022, masing-masing sebesar 25 basis poin.

Prediksi kenaikan tersebut terbilang agresif, dan memberikan tekanan bagi rupiah.

Dibandingkan mata uang utama Asia, rupiah menjadi yang terburuk di pekan ini. Beberapa mata uang lainnya memang melemah, tetapi tidak sebesar rupiah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Omicron Bikin Investor Jauhi Rupiah


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS

Pages