Bursa Saham Global 'Berdarah-darah', IHSG Alami 'Luka Ringan'

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 December 2021 08:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dalam dua pekan beruntun, menjauhi rekor tertinggi sepanjang masa 6.754,464 yang dicapai 22 November lalu. Meski melemah sepanjang pekan ini, kinerja IHSG masih cukup bagus ketimbang beberapa bursa Asia, Eropa hingga Amerika Serikat (AS).

IHSG tercatat melemah 0,35% sepanjang pekan ini ke 6.538,506. Bursa kebanggaan Tanah Air ini bergerak fluktuatif. Ia sempat melesat 1,3%, tetapi kemudian merosot hingga 1,2%. Dalam lima hari perdagangan, IHSG mampu menguat sebanyak dua kali dengan nilai transaksi mencapai 76,9 triliun. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 2,75 triliun.

Dibandingkan bursa saham Asia lainnya, pelemahan IHSG terbilang kecil. Indeks Nikkei Jepang dan Straits Times Singapura jeblok lebih 2%, kemudian Hang Seng Hong Kong dan SET Thailand merosot lebih dari 1,3%, dan FTSE Malaysia juga turun 0,7%.

Meski demikian, indeks Shanghai Composite China dan Kospi Korea Selatan mampu menguat di pekan ini.

jkse

Dari Eropa, indeks DAX 30 Jerman melemah 0,57% setelah ambrol lebih dari 5,5% di pekan sebelumnya. Sementara indeks lainnya mampu rebound setelah sempat merosot dan "berdarah-darah" di pekan sebelumnya. Indeks CAC 40 Prancis mampu naik 0,38% setelah ambrol lebih dari 5% pekan sebelumnya, begitu juga dengan FTSE MIB Italia yang mampu rebound 0,33%.

FTSE 100 Inggris penguatannya paling tajam, 1,11%, setelah pekan sebelumnya merosot 2,5%. 

Dari Amerika Serikat, ketika indeks utama Wall Street Merosot. Nasdaq memimpin keterpurukan sebesar 2,6%, disusul S&P 500 minus 1,22% dan Dow Jones turun 0,74%.

Aksi jual yang melanda bursa saham global utamanya dipicu penyebaran virus corona varian Omicron. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan setidaknya 40 negara sudah "disusupi".

Virus Omicron dikatakan lebih gampang menyebar ketimbang varian delta serta ada kemungkinan kebal terhadap vaksin. Alhasil, ada kekhawatiran akan ada kebijakan lockdown lagi yang bisa membuat perekonomian global melambat.

Hal itu juga diungkapkan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

"Tentu harapannya, ini bukan sesuatu yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi secara signifikan," katanya soal varian yang pertama kali terdeteksi di Bostwana dan Afrika Selatan (Afsel) itu, dikutip Reuters, Jumat (3/12/2021).

"Ada banyak ketidakpastian. Itu bisa menyebabkan masalah yang signifikan. Kami masih mengevaluasi itu."

Ia berujar Covid-19 Varian Omicron bisa memperburuk hambatan rantai pasokan yang kini masih terjadi dan melambungkan inflasi. Tapi, ini juga bisa menekan permintaan dan membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih lambat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Biden Ogah Lockdown Lagi

Meski demikian, Presiden AS Joe Biden, menegaskan tidak akan melakukan lockdown meski sudah ada beberapa kasus positif Covid-19 Omicron di Negeri Paman Sam.

"Kami akan melawan varian ini dengan ilmu pengetahuan dan kecepatan. Bukan kekacauan dan kebingungan," tegas Biden, sebagaimana diwartakan Reuters.

Kebijakan yang ditempuh pemerintahan Biden adalah pelancong yang masuk ke AS wajib dites sebelum keberangkatan dengan hasil negatif, meski sudah divaksin. Penggunaan masker diwajibkan di pesawat, kereta api, dan transportasi umum lainnya.

Varian Omicron sendiri sudah sampai negara tetangga Indonesia. Australia, Singapura dan Malaysia sudah melaporkan adanya kasus positif.

Sementara itu dari dalam negeri IHS Markit pekan ini mengumumkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) bulan November sebesar 53,9, turun jauh dari bulan sebelumnya 57,2 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan PMI di Indonesia.

Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai titik start. Kalau di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang berada dalam fase ekspansi.

Artinya, sektor manufaktur Indonesia masih berekspansi, tetapi mengalami pelambatan.

"Sektor manufaktur Indonesia terus pulih dari dampak pandemi Covid-19, sektor ini membukukan ekspansi selama tiga bulan beruntun. Meski permintaan dan produksi melambat dibandingkan Oktober, tetapi tetap tumbuh kuat," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Jingyi Pan selaku Economic Associates Director IHS Markit, menambahkan secara umum sektor manufaktur Indonesia masih tumbuh tinggi seiring pemulihan dari serangan virus corona varian Delta pada tengah tahun ini. Dunia usaha terus meningkatkan produksi dan serapan tenaga kerja.

Akan tetapi, lanjut Pan, ada masalah baru yaitu ketersendatan pasokan alias supply constraints. Tingginya permintaan belum bisa diimbangi oleh produksi, terutama untuk pasokan bahan baku. Sisi distribusi juga tersendat, karena ternyata kontainer yang beroperasi belum cukup untuk melayani permintaan yang tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular