Analisis

Dear Rupiah, Mau 10 Hari Tanpa Menguat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 December 2021 07:20
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah 9 hari tak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Hingga Kamis kemarin, rupiah melemah sebanyak 7 kali dan stagnan 2 kali. Rupiah berisiko memperpanjang catatan negatif tersebut menjadi 10 hari pada perdagangan Jumat (3/12), meski tidak menutup kemungkinan bangkit, sebab dolar AS sebenarnya tidak terlalu kuat. Dalam 4 hari perdagangan pekan ini, indeks dolar AS hanya menguat 0,04% saja. 

Kondisi eksternal menjadi penekan utama rupiah. Yang pertama penyebaran virus corona Omicron. Untuk saat ini belum diketahui seberapa besar dampaknya bagi perekonomian. Omicron dikatakan lebih gampang menyebar ketimbang varian delta, dan ada kemungkinan kebal vaksin.

Meski demikian beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, sudah mengatakan tidak akan melakukan lockdown lagi. Perkembangan Omicron bisa menjadi salah satu kunci pergerakan rupiah, jika menyebar dengan cepat dan kebal vaksin, ada risiko lockdown akan kembali diterapkan, perekonomian global melambat, dan rupiah akan tertekan.

Sebab, dolar AS yang merupakan mata uang safe haven akan menjadi favorit.

Selain Omicron, ada juga kemungkinan bank sentral AS (The Fed) akan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.

Hal tersebut diungkapkan Ketua The Fed Jerome Powell di pekan ini.

"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).

Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.

"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.

The Fed akan mengadakan rapat kebijakan moneter pada 14 dan 15 Desember waktu setempat. Sebelum pengumuman kebijakan moneter tersebut, rupiah perlu berjuang ekstra keras untuk menguat.

Jika dilihat secara teknikal, tekanan bagi rupiah cukup besar setelah bergerak di atas rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50), MA 100, dan MA 200.

Selain itu, rupiah juga membentuk pola Inverse Head and Shoulders yang menjadi sinyal kenaikan suatu aset. Dalam hal ini USD/IDR bergerak naik yang artinya rupiah mengalami pelemahan.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Puncak bawah Inverse Head and Shoulders berada di Rp 14.020/US$ sementara Neckline berada di kisaran Rp 14.320/US$. Artinya ada jarak sebesar 290 poin.
Ketika Neckline ditembus (break out), maka rupiah berpeluang melemah sebesar jarak tersebut. Maka selama rupiah tertahan di atas Rp 14.320/US$, ada risiko melemah 290 poin ke Rp 14.600/US$.

Rupiah bisa lepas dari pola ini dan berbalik menguat di Desember jika mampu kembali ke bawah Rp 14.320/US$, dan bertahan di bawahnya.

Sementara untuk hari ini, ada peluang rupiah menguat melihat indikator Stochastic yang sudah berada di wilayah jenuh beli (oversold).

Stochastic merupakanleading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Ketika USD/IDR mencapai overbought, maka kemungkinan akan berbalik turun.

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.350/US$, penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan ke Rp 14.320/US$ yang menjadi support kuat.

Sementara itu jika menembus ke atas Rp 14.380/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$ hingga Rp 14.420/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular