Punya Utang Rp 20 T, Ini Rencana Mega Restrukturisasi Sritex
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menargetkan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sedang dijalani perusahaan bisa rampung di akhir tahun ini. Sehingga mulai 2022 mendatang perusahaan akan mulai melaksanakan putusan PKPU tersebut.
Dalam keterangan yang disampaikan perusahaan, di kuartal keempat 2021 ini perusahaan masih memenuhi kewajiban dan konsekuensi dampak PKPU kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
"[Pada kuartal pertama 2022] Perseroan melaksanakan keputusan hasil PKPU kepada kreditor dan kewajiban pelaporan kepada BEI sesuai peraturan yang berlaku," tulis keterbukaan tersebut, dikutip Jumat (26/11/2021).
Diakui perusahaan, saat ini mengalami arus kas yang negatif sebagai akibat dari pandemi, sehingga saat ini pembayaran kewajiban kepada kreditor juga terhambat.
Langkah yang bisa dilakukan perusahaan saat ini adalah merestrukturisasi pinjaman tersebut dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
CNBC Indonesia telah meminta konfirmasi mengenai perkembangan PKPU yang sedang dijalani perusahaan kepada Corporate Secretary Sri Rejeki Isman Welly Salam, namun tidak mendapatkan jawaban hingga berita ini diturunkan.
Mengacu proposal restrukturisasi yang diajukan perusahaan kepada kreditornya, total utang perusahaan mencapai Rp 20 triliun, atau tepatnya Rp 19,96 triliun.
Utang tersebut terdiri dari pinjaman bilateral senilai Rp 5,87 triiiun dalam rupiah, dalam dolar Amerika Serikat sebesar US$ 178,95 juta dan dalam euro senilai € 7,5 juta. Lalu pinjaman sindikasi senilai US$ 350,02 juta dan utang obligasi global sebesar US$ 375 juta.
Dalam proposalnya ini, utang dalam bentuk pinjaman bilateral dan sindikasi senilai US$ 350 juta akan diubah menjadi utang angka panjang dan akan ditawarkan kepada kreditor secara pro rata. Utang ini rencananya akan diselesaikan dalam sembilan tahun.
Selanjutnya adalah pinjaman dalam bentuk unsecured trem loan senilai US$ 227,8 juta dalam bentuk bilateral loan. Utang ini akan diselesaikan dengan tenor selama 12 tahun.
Perusahaan juga akan membayarkan utangnya dalam bentuk obligasi wajib konversi alias OWK dengan jangka waktu selama lima tahun.
Sedangkan untuk utang obligasi perusahaan akan diselesaikan dalam dua tranche. Tranche A senilai US$ 187,5 juta. Sedangkan untuk tranche B senilai US$ 187,5 juta dalam bentuk OWK lainnya.
(mon/hps)