'Perang' Biden Cs Versus OPEC Panas! Harga Minyak Apa Kabar?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 November 2021 06:55
Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia melesat pada perdagangan pagi hari ini. Kabar besar dari Amerika Serikat (AS) ternyata tidak membuat harga minyak ciut.

Pada Rabu (24/11/2021) pukul 06:20 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 82,31/barel. Naik 3,27% dibandingkan sehari sebelumnya.

Sedangkan yang jenis light sweet harganya US$ 78,5/barel. Bertambah 2,28%.

Dunia perminyakan sedang gonjang-ganjing. AS berhasil 'memprovokasi' sejumlah negara yaitu China, India, Korea Selatan, dan Jepang untuk melepas cadangan minyak masing-masing ke pasar. Tujuannya adalah menekan harga minyak yang sudah naik gila-gilaan.

Presiden AS Joseph 'Joe' Biden berulang kali meminta OPEC+ untuk menambah produksi minyak untuk mengendalikan harga. Namun permintaan itu tidak dikabulkan. OPEC+ hanya bersedia meningkatkan produksi sebanyak 400.000 barel per hari per bulan hingga akhir tahun ini, tidak ada tambahan lagi.

Biden tidak tinggal diam. Bersama dengan negara-negara lain, AS mencoba menggertak OPEC+ dengan cara 'membanjiri' pasar dengan cadangan minyak masing-masing. Langkah ini diharapkan bisa membuat harga si emas hitam turun.

Halaman Selanjutnya --> Biden: Saya Sudah Bilang Kami Akan Bertindak!

"Saya sudah bilang bahwa kami akan bertindak. Inilah yang sedang kami lakukan. (Dampaknya) akan memakan waktu, tetapi Anda akan merasakan harga bahan bakar minyak akan turun dan dalam jangka panjang kami akan mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan beralih ke energi yang lebih bersih," papar Biden di Gedung Putih, seperti diwartakan Reuters.

Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga brent dan light sweet meroket masing-masing 58,61% dan 61,62%. Kenaikan ini yang coba direm oleh Biden cs karena dampak kenaikan harga minyak akan menggerus daya beli rakyat.

Namun, banyak kalangan berpendapat langkah AS dan sekutunya tidak akan cukup untuk membendung kenaikan harga minyak. Pasalnya, kenaikan harga disebabkan oleh pertumbuhan permintaan yang sangat tinggi karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang melandai di berbagai negara. Aktivitas dan mobilitas masyarakat meningkat, otomatis mengerek permintaan minyak.

"Pelepasan cadangan minyak ini tidak akan cukup untuk menekan harga secara signifikan. Bahkan bisa menjadi senjata makan tuan, membuat OPEC murka dan menurunkan laju kenaikan produksi," tegas Caroline Bain, Chief Commodities Economist di Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Pasokan Libya Bikin Panas Harga Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular