Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melaju kencang di kuartal keempat tahun lalu, diperkirakan kembali terulang tahun ini dengan melanjutkan tren bullish atau menguat sampai dengan penghujung akhir tahun ini.
Pada perdagangan pekan lalu IHSG mampu memecahkan rekor sepanjang masa dan sempat menyentuh level 6.714.158 pada perdagangan Jumat (12/11/2021), meski setelahnya terkoreksi dan ditutup di level 6.651.054. Hingga perdagangan Selasa (16/11) pagi, IHSG tercatat masih berada di level psikologis 6.600-an.
Jika tren kenaikan ini terus berlanjut bukan tidak mungkin IHSG dapat menyentuh level 6.800 akhir tahun ini sesuai ramalah dari perusahaan jasa keuangan global asal AS, JPMorgan yang memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh pada 2021 dengan IHSG bisa melesat hingga mencapai rekor 6.800 pada akhir Desember 2021.
Tahun ini IHSG diselamatkan oleh sektor teknologi yang memiliki kinerja yang fantastis, meningkat hingga 403% sejak awal tahun. Akan tetapi pencapaian itu pudar akibat kinerja beberapa emiten besar yang lesu, emiten-emiten tersebut juga merupakan yang paling likuid dan masuk ke dalam indeks LQ45.
 Foto: Google Finance Kinerja Saham IHSG vs LQ45 Selasa (16/11) |
Sejak awal tahun IHSG tercatat menguat nyaris dua digit atau senilai 8,75% hingga Selasa (16/11) pagi. Berbeda nasib, indeks LQ45 sejak awal tahun masih terkoreksi 1,25%.
LQ45 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Indeks LQ45 terdiri atas 45 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria lain yang telah ditentukan.
Meski sahamnya masih terkoreksi, kinerja emiten LQ45 tercatat mengalami pertumbuhan, setidaknya terlihat dari 30 emiten yang telah melaporkan kinerja keuangan hingga kuartal ketiga tahun ini.
Secara agregat, hingga September tahun ini ketiga puluh perusahaan tersebut memiliki gabungan pendapatan senilai Rp 1.151 triliun, naik 13,40% dari periode yang saham tahun lalu atau mengalami kenaikan pendapatan Rp 136,05 triliun.
Agregat laba juga meningkat signifikan atau bertambah Rp 34,97 triliun dari September tahun lalu. Kenaikan tersebut setara dengan pertumbuhan 32,70% dari laba bersih 30 emiten LQ45 yang secara nominal jumlahnya mencapai Rp 141,94 triliun hingga akhir kuartal ketiga tahun 2021.
Dari 30 perusahaan tersebut tercatat hanya lima perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan, dengan yang tertinggi dicatatkan oleh PT Timah Tbk (TINS). Pendapatan TINS tahun ini berkurang 18,72% menjadi Rp 9,70 triliun dari semula mencapai Rp 11,93 triliun.
Selanjutnya empat perusahaan lain yang mengalami penurunan pendapatan adalah Ace Hardware Indonesia/ACES (-14,51%), Semen Indonesia/SMGR (-8,88%), Unilever Indonesia/UNVR (-7,48%) dan Bank Negara Indonesia/BBNI (-3,41%).
Sedangkan dari 25 perusahaan lain yang pendapatannya naik, 18 di antaranya tercatat pertumbuhan dua digit, dengan lima di antanya bahkan mampu memompa pendapatan naik lebih dari 45%.
Sedangkan untuk kinerja laba, tidak ada satu pun dari ketiga puluh perusahaan tersebut yang mengalami kerugian, yang mana pada September 2020 tercatat Chandra Asri dan PT Timah mengalami kerugian, akan tetapi tahun ini kedua perusahaan tersebut mampu membalikkan keadaan.
Terdapat lima perusahaan yang tercatat mengalami penurunan laba bersih dengan yang terbesar dicatatkan oleh XL Axiata yang labanya berkurang Rp 1,06 triliun (-51,02%). Selanjutnya secara berurutan adalah Ace Hardware turun Rp 206,73 miliar (-39,04%), Gudang Garam berkurang Rp 1,51 triliun (-26,79%), H.M. Sampoerna terkontraksi RP 1,35 triliun (-19,63%) dan terakhir laba Unilever menyusut 1,06 triliun (-19,48%).
Adapun 23 emiten lainnya mengalami kenaikan laba bersih, dengan 20 emiten mampu tumbuh dua digit. Delapan emiten bahkan tercatat berhasil meningkatkan laba bersih hingga lebih dari 100%, dengan kenaikan tertinggi dicatatkan oleh Indo Tambangraya Megah yang laba bersihnya melonjak 579%.