Surat Utang RI Masih jadi Rebutan, Yield Perlahan Turun

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
16 November 2021 08:57
business man financial inspector and secretary making report, calculating or checking balance. Internal Revenue Service inspector checking document. Audit concept
Foto: Freepik

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (15/11/2021) awal pekan ini. Investor di pasar SBN cenderung merespons sentimen positif surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2021.

Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3 dan 25 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan penguatan yield-nya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun menguat signifikan sebesar 27,8 basis poin (bp) ke level 3,956%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun naik 0,9 bp ke level 7,143%.

Sementara untuk yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik melemah 1,3 bp ke level 6,188%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor di pasar obligasi pemerintah RI cenderung mengabaikan sentimen positif dari kembali surplusnya neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Indonesia tumbuh 53,35% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan impor naik 51,06% yoy, membuat neraca dagang RI surplus US$ 5,7 miliar bulan lalu. Tren surplus neraca dagang masih berlanjut jelang pengujung tahun 2021.

Surplusnya kembali neraca perdagangan RI disebabkan karena naiknya harga dan permintaan ekspor komoditas energi seperti batu bara, di mana RI merupakan salah satu negara eksportir batu bara terbesar. Di sisi lain mobilitas yang terbatas membuat impor tak akan naik signifikan.

Surplus neraca dagang diharapkan bakal menjadi modal untuk memperbaiki transaksi berjalan RI yang selama ini tekor.

Di lain sisi, dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah (Treasury) berbalik melemah pada perdagangan pagi hari ini waktu AS.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun melemah 3,1 bp ke level 1,553% pada pagi hari ini pukul 06:00 waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Jumat (12/11/2021) pekan lalu di level 1,584%.

Departemen Tenaga Kerja pada Jumat lalu menunjukkan bahwa ada sekitar 4,43 juta orang di AS berhenti dari pekerjaan mereka pada September, melampaui 4,27 juta pada Agustus lalu.

Di sisi lain, University of Michigan (UoM) melaporkan sentimen konsumen AS di bulan November jeblok ke 66,8, dari bulan sebelumnya 71,7.

Selain menjadi yang terendah sejak November 2011, indeks sentimen konsumen di bulan November juga jauh di bawah estimasi Dow Jones yang justru memprediksi kenaikan menjadi 72,5.

Tingginya inflasi di AS dikatakan menjadi pemicu jebloknya sentimen konsumen.

"Sentimen konsumen menurun di awal November ke level terendah dalam satu dekade akibat kenaikan inflasi, dan banyak konsumen melihat tidak ada kebijakan yang efektif dibuat saat ini untuk mengurangi kerusakan akibat melonjaknya inflasi," kata Richard Curtin, kepala ekonom survei dari UoM, sebagaimana dilansir CNBC International.

"Saat ini dilaporkan kenaikan harga rumah, kendaraan, dan barang tahan lama lebih banyak terjadi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dalam lebih dari setengah abad yang lalu," tambahnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular