
Mayoritas Bursa Asia Hijau, kecuali Bursa RI & China

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup menguat pada perdagangan Senin (15/11/2021) awal pekan ini,dengan pasar saham China daratan ditutup lebih rendah meskipun data ekonomi China pada bulan lalu jauh lebih baik dari yang diharapkan.
Indeks KOSPI Korea Selatan ditutup melesat 1,03% ke level 2.999,52, Nikkei Jepang menguat 0,56% ke 29.776,80, Hang Seng Hong Kong bertambah 0,25% ke 25.390,91, dan Straits Times Singapura terapresiasi 0,38% ke 3.240,58.
Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China ditutup turun 0,16% ke level 3.533,30 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,53% ke 6.616,03.
Indeks KOSPI Korea Selatan kembali memimpin penguatan bursa Asia pada hari ini, didorong oleh kenaikan saham sektor semikonduktor dan biofarmasi serta dorongan dari data ekonomi China yang mampu mengangkat optimisme investor di Negeri Ginseng tersebut.
Saham raksasa chip Korea Selatan, Samsung Electronics dan SK Hynix masing-masing melesat 1,13% dan 4,23%, sedangkan saham biofarmasi, Samsung Biologics dan Celltrion masing-masing melonjak 3,72% dan 9,13%.
Saham Celltrion melonjak setelah produksi pengobatan antibodi monoklonal menerima persetujuan dari Komisi Eropa untuk pengobatan pasien virus corona (Covid-19).
Dari China, output industri dan penjualan ritel tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan pada Oktober lalu, di tengah masih berlangsungnya pembatasan kegiatan masyarakat untuk mengendalikan wabah Covid-19, krisis pasokan, hingga sektor properti yang masih melambat dan dapat membebani prospek ekonomi China.
Data output industri atau produksi industrial China pada Oktober tumbuh menjadi 3,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada September lalu sebesar 3,1% yoy.
Sedangkan data penjualan ritel Negeri Panda tercatat naik menjadi 4,9% yoy, dari sebelumnya pada September lalu sebesar 4,4% yoy.
Di lain sisi, investasi properti dan pertumbuhan penjualan properti China terus melambat selama Januari-Oktober, yakni menjadi 6,1%, dibandingkan dengan sembilan bulan pertama.
"Perlambatan sektor properti semakin buruk, ini adalah risiko utama untuk prospek makro dalam beberapa kuartal ke depan," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, dikutip dari Reuters.
Pasar mengantisipasi arah portofolio investor global di tengah kenaikan inflasi dua ekonomi terkuat dunia, yang memicu lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Jika tren tersebut berlangsung, maka terbuka peluang peralihan dana global ke negara maju untuk memburu kupon obligasi baru yang lebih tinggi.
Pada pekan lalu, Indeks harga konsumen (IHK) AS dilaporkan melesat 6,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), atau lebih 'panas' dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 5,9%.
Angka itu merupakan yang tertinggi sejak 1990. Secara bulanan, inflasi naik 0,9% atau di atas estimasi pasar sebesar 0,6%.
Di sisi lain, pemerintah China pada pekan lalu juga melaporkan IHK naik 1,5% secara tahunan (yoy) di bulan Oktober, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7% yoy serta dibandingkan hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi 1,4% yoy.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
