Masa Depan Emas Cerah dan Berkilau, Ini Bukti-buktinya!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2021 15:13
koin emas london
Foto: REUTERS/Neil Hall/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pascapengumuman tapering yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed), emas kembali menjadi perhatian.

Dalam beberapa bulan terakhir, tidak ada pergerakan signifikan yang terjadi di harga emas. Sebabnya, pelaku pasar menanti tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Maklum saja, tapering yang dilakukan The Fed pada tahun 2013 membuat harga emas masuk ke tren bearish (penurunan dalam periode yang panjang) hingga tahun 2015. Alhasil, pelaku pasar sangat berhati-hati berinvestasi di emas.

Bank sentral pimpinan Jerome Powell tersebut mengumumkan akan melakukan tapering senilai US$ 15 miliar setiap bulannya, di mulai November ini. Nilai QE The Fed saat ini sebesar US$ 120 miliar/bulan, sehingga memerlukan waktu 8 bulan hingga QE menjadi nol, artinya selesai.

Namun, yang terjadi pada emas sebaliknya, harganya malah melesat bukanya merosot.

Sepanjang pekan lalu, emas melesat 2,6% dan pekan sebelumnya 1,9%.

Fakta emas malah melesat saat The Fed melakukan tapering menjadi salah satu bukti masa dengan emas berpeluang kembali cerah. Tidak hanya tapering, pasar yang memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga di tahun depan juga tak membuat logam mulia ini goyah.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.

Suku bunga The Fed saat ini di 0% - 0,25%, sementara di Desember 2022, pasar melihat ada probabilitas sebesar 30,2% suku bunga The Fed di 0,75% - 1,00%. Saat bank sentral paling powerful di dunia ini menormalisasi suku bunganya, kenaikan akan dilakukan sebesar 25 basis poin (0,25%). Artinya, jika suku bunga diperkirakan 0,75%-1,00% di akhir 2022 maka ada 3 kali kenaikan.

cmeFoto: CME Group

Biasanya, ketika pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga, aksi jual akan menerpa emas.

Bukti lain harga emas berpeluang terus menanjak yakni indeks dolar AS yang melesat dalam 2 pekan terakhir. Tapering dan ekspektasi kenaikan suku bunga menjadi pemicu penguatan dolar AS, emas sekali lagi masih tegar dan terus menanjak.

Saat emas melesat 2,6% ke US$ 1.864/troy ons, indeks dolar AS juga naik 0,86% ke 95,128, level tertinggi sejak Juli 2020.

Lantas apa yang memicu kenaikan harga emas?

Statusnya sebagai lindung nilai terhadap inflasi jawabannya.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Rabu (10/11) melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulan Oktober melesat 6,2% year-on-year (YoY), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990.

Sementara inflasi CPI inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

"Banyak investor menanti ini. Emas menjadi sesuatu yang seharusnya, yakni melindungi investor dari kenaikan inflasi," kata Philip Streible, kepala ahli strategi di Blue Line Futures, sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (12/11).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Emas Bisa ke US$ 2.000/Troy Ons, dan Lebih Tinggi Lagi

Warren Venketas, analis di DailyFX memprediksi harga emas bisa mencapai US$ 2.000 lagi di tahun depan.

"Ini sangat mungkin terjadi (emas ke US$ 2.000 di tahun 2022), kita belum melihat emas merespon penuh tingginya inflasi," kata Venketas.

Menurutnya, jika ekspektasi inflasi pergerakannya melebihi yield obligasi (Treasury) maka harga emas akan reli lagi di akhir tahun ini. Dan hal tersebut sangat mungkin terjadi, sehingga Vanketas memberikan proyeksi yang sangat bullish (tren naik) untuk emas.

Hal senada diungkapkan Damian Courvalin, kepala riset energi di Goldman Sachs, yang memberikan pernyataan bullish terhadap emas.

Dalam wawancara di Bloomberg TV yang dikutip Kitco, Courvalin mengatakan dalam 6 bulan terakhir emas tidak menjadi pilihan dalam portofolio investasi, dan saat ini karena inflasi yang terus tinggi emas kembali menjadi pilihan investasi.

Courvalin juga menyebutkan, akan terjadi peningkatan demand emas dari bank sentral dan negara emerging market. Ia mencontohkan bank sentral Rusia dalam beberapa tahun terakhir tidak banyak membeli emas, sebab harga minyak mentah sedang rendah dan pendapatan negara menurun. Tetapi kini dengan harga minyak mentah sudah tinggi, bank sentralk China diperkirakan akan membeli emas sebagai aset penyimpan nilai.

Kemudian, dari negara emerging market, permintaan dari India dan China disebut juga mulai naik.

Courvalin juga menyebutkan tantangan utama yang dihadapi emas adalah imbal hasil (yield) riil yang terkait degan suku bunga. Di Amerika Serikat yield riil saat ini masih negatif, sebab inflasi sangat tinggi, hal tersebut tentunya menguntungkan bagi emas.

Tetapi ketika suku bunga dinaikkan, yield akan ikut naik dan inflasi berpeluang melandai. Ketika yield riil sudah positif, maka hal itu akan menjadi hambatan bagi emas untuk menguat.

Meski demikian, Courvalin melihat harga emas bisa melewati lagi US$ 2.000/troy ons.

"perkiraan dasar kami emas di US$ 2.000/troy ons, setelah itu tercapai peluang untuk naik lebih tinggi ke depannya seharusnya akan terbuka," kata Courvalin sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (12/11).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aduh, Harga Emas Antam Lesu Nih...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular