Dolar Singapura Sudah 6 Hari Tak Bisa Menguat Lawan Rupiah
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam 5 hari perdagangan pekan lalu, dolar Singapura tidak pernah menguat melawan rupiah. Penurunan masih berlanjut pada perdagangan hari ini, Senin (15/11).
Pada Pukul 12:30 WIB, SG$ 1 serata Rp 10.505,29, dolar Singapura melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sepanjang pekan lalu, total dolar Singapura turun 0,81%.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah perkasa hari ini. Diawali dengan penguatan bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Jumat lalu, merembet ke pasar Asia, mayoritas bursa saham Asia menghijau.
Wall Street masih mampu menguat meski data menunjukkan sentimen konsumen di AS turun ke level terendah dalam satu dekade terakhir.
University of Michigan (UoM) melaporkan sentimen konsumen di bulan November jeblok ke 66,8, dari bulan sebelulumnya 71,7. Selain menjadi yang terendah sejak November 2011, indeks sentimen konsumen di bulan November juga jauh di bawah estimasi Dow Jones yang justru memprediksi kenaikan menjadi 72,5.
Tingginya inflasi di AS dikatakan menjadi pemicu jebloknya sentimen konsumen.
Wall Street yang mampu menguat pada perdagangan Jumat dikatakan sebab pasar mulai melihat masalah rantai pasokan yang menjadi biang keladi inflasi tinggi sudah mencapai puncaknya.
"Pergerakan pasar di hari Jumat merupakan rebound dari pada yang terjadi sebelumnya. Kita mungkin mulai melihat puncak dari kecemasan terhadap rantai pasokan," kata Victoria Fernadez, kepala ahli strategi di Crossmark Global Investments, sebagaimana dilansir CNBC International.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelum tengah hari tadi melaporkan ekspor Indonesia pada Oktober 2021 mencapai US$ 22,03 miliar, naik 53,35% secara year-on-year (YoY) dan 6,89% dibandingkan bulan sebelumnya.
Realisasi ini juga membawa ekspor Indonesia kembali menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Sementara impor dilaporkan mencapai US$ 16,29 miliar, naik 0,36% mtm dan 51,06% yoy.
Dengan nilai ekspor dan impor tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Oktober sebesar US$ 5,74 miliar. Surplus tersebut menjadi rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor sebelumnya US$ 4,74 miliar yang tercatat pada Agustus lalu.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan ekspor tumbuh 46,06%, sedangkan impor tumbuh 58,35%, dengan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 3,89 miliar.
Selain mencatat rekor, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami surplus dalam 18 bulan beruntun.
Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu kinerja transaksi berjalan. Saat transaksi berjalan semakin sehat, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)