Garuda Bisa Bangkrut, Utang Lessor Mau Dipangkas Jadi Rp 37 T

Monica Wareza, CNBC Indonesia
09 November 2021 16:33
Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat
Foto: Garuda Indonesia Luncurkan Livery Pesawat

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjabarkan bahwa kondisi keuangan maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sebetulnya secara teknikal bangkrut alias technically bankrupt.

Hal itu disampaikan Tiko, panggilan akrabnya, dalam Rapat Kerja Menteri BUMN dengan Komisi VI, Selasa siang (9/11/2021).

Dalam paparannya, disebutkan kondisi Garuda sebetulnya secara teknikal bangkrut mengingat ekuitas negatif hingga US$ 2,8 miliar atau setara dengan Rp 40 triliun (kurs Rp 14.200/US$).

Mantan Dirut Bank Mandiri ini mengungkapkan aset saat ini (tidak disebutkan periodenya), mencapai US$ 6,93 miliar atau sekitar Rp 99 triliun, sementara liabilitas (kewajiban, termasuk utang) mencapai US$ 9,76 miliar atau setara Rp 140 triliun. Dengan demikian ada ekuitas negatif US$ 2,8 miliar.

Dari jumlah kewajiban tersebut, utang dari sewa pesawat mendominasi mencapai US$ 9 miliar atau setara Rp 128 triliun.

"Kalau bapak ibu melihat neraca, ada ekuitas negatif US$ 2,8 miliar, rekor [ekuitas negatif BUMN terbesar] itu dulu dipegang PT Asuransi Jiwasraya kini dipegang Garuda," katanya dalam forum tersebut.

Paparan Wamen BUMN Kartika 9 November 2021Foto: Paparan Wamen BUMN Kartika 9 November 2021
Paparan Wamen BUMN Kartika 9 November 2021

Sebab itu perseroan berkomitmen terus melakukan pembicaraan dengan para lessor untuk melakukan restrukturisasi, menurunkan kewajiban Garuda dari US$ 9,75 miliar menjadi US$ 2,6 miliar atau setara dengan Rp 37 triliun.

Pembicaraan itu dilakukan dengan lessor dan juga bank-bank termasuk Bank Himbara dan juga BUMN Pertamina.

"Jadi memang kunci, kalau saya sampaikan bahwa yang menjadi kunci utama sukses atau tidaknya restrukturisasi Garuda ialah persetujuan kreditor. Ini penting karena tanpa adanya persetujuan kreditor tidak mungkin pemegang saham bergerak," kata Tiko.

"Ini kami tekankan Bapak Ibu, bahwa nasib Garuda ini bukan hanya dari pemegang saham, tapi juga kreditor, karena kreditor juga harus menyadari bahwa tanpa adanya haircut yang signifikan maka neraca Garuda yang tadi ekuitas negatif tidak akan balancing."

"Dalam 1-2 bulan ini kami aktif negosiasi dengan lessor, bank, Himbara, Pertamina, karena para kreditor harus mengakui dan menerima bahwa harus ada pengurangan utang yang signifikan karena jika tidak, neraca yang technically bankrupt tadi tidak akan survive," tegasnya.

Lebih lanjut, Tiko mengatakan bahwa buruknya kondisi keuangan Garuda disebabkan karena korupsi yang terjadi di perusahaan dan ditambah dengan dampak pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret tahun lalu.

Dua hal ini menjadi faktor utama neraca keuangan perusahaan terus memburuk karena biaya yang harus dikeluarkan perusahaan menjadi sangat tinggi.

"Pertama tentunya kita mengetahui kasus korupsi yang sudah diketahui KPK di mana memang itu mereka pesawat dan sebagainya. Itu memang menjadi isu utama di masa lalu dan ini juga menyebabkan kontrak dengan lessor Garuda ini cukup tinggi dibanding dengan airline lain," kata Tiko.

Tiko menjelaskan karena korupsi yang berhubungan dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat tersebut, biaya sewa pesawat alias aircraft rental cost perusahaan mencapai 24,7% dari pendapatan perusahaan. Angka ini empat kali lipat lebih tinggi dibanding dengan maskapai lainnya.

Selanjutnya, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun lalu juga menjadi penyebab berikutnya kondisi keuangan perusahaan makin memburuk.

Tiko menjelaskan, ketentuan pembatasan pergerakan masyarakat hingga ketentuan penggunaan PCR saat terbang menjadi berdampak pada turunnya pendapatan perusahaan.

"Kalau kita lihat mulai Januari 2020 turun revenue per bulannya. Itu dulu US$ 235 juta-US$ 250 juta peak-nya pada 2019 akhir. Drop pernah di US$ 27 juta per bulan dan saat ini di kisaran US$ 70 juta dan itu terlihat setiap kali ada pengetatan selalu ada downside risk kepada Garuda setiap ada pengetatan daripada pergerakan ataupun penerapan PCR," terangnya.

"Tentunya setelah 2020/2021 ini harus diakui bahwa pandemi Covid menjadi trigger. Kenapa kemudian saya istilahkan menjadi perfect story buat Garuda karena di saat Garuda memang berjuang dengan cost structure yang tinggi untuk bersaing, kemudian revenue base-nya turun secara signifikan," ungkap dia.

Untuk itu, korupsi dan pandemi ini dinilai menjadi faktor utama terjadinya pemburukan pada kondisi perusahaan.

"Jadi saya sering bertanya Garuda ini kinerjanya turun karena apa, apakah karena korupsi apa karena Covid? Ya dua-duanya, bukan salah satu. Dua-duanya dampaknya, terdampak secara signifikan di dua-duanya menjadi penyebab bersama-sama membuat kondisi perusahaan yang saat ini tidak baik," tegas Tiko.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Problem Garuda: Rugi Rp35 T sampai Pensiun Dini 1.099 Pegawai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular