Dolar Australia Makin Murah, Masih Belum Move On dari RBA?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 November 2021 12:46
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia kembali turun melawan rupiah pada perdagangan Selasa (9/11). Jika bertahan hingga penutupan perdagangan nanti, maka dolar Australia akan membukukan penurunan dalam 5 dari 6 perdagangan terakhir.

Pada pukul 11:14 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.534,58, dolar Australia turun 0,42% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dolar Australia bahkan masih turun meski tingkat keyakinan bisnis di Negeri Kanguru meningkat tajam. National Australia Bank (NAB) melaporkan indeks keyakinan bisnis melesat menjadi 21 di bulan Oktober dari sebelumnya 10, dan menjadi yang tertinggi sejak bulan April lalu.

"Tingkat keyakinan bisnis mulai naik di bulan September setelah rencana pembukaan kembali perekonomian diumumkan, dan kenaikan berlanjut di bulan Oktober sebab dunia usaha melihat tersebut mulai menjadi nyata," kata Anal Oster, kepala ekonomi di NAB.

Indeks kondisi bisnis NAB juga naik 6 poin menjadi 11, berada di aras rata-rata jangka panjang dan semua komponennya mulai bangkit.

Kenaikan tersebut dikatakan menunjukkan bukti aktivitas ekonomi rebound dengan cukup kuat.

Meski demikian, dolar Australia masih belum move on dari sikap super dovish bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) Selasa pekan lalu.

Pada Selasa pekan lalu, RBA mengumumkan menghentikan program yield curve control (YCC), yang mempertahankan imbal hasil (yield) obligasi tenor 3 tahun di kisaran 0,1%.
Kebijakan tersebut ditanggapi sebagai sinyal kenaikan suku bunga tahun depan. Tetapi RBA membantah hal tersebut.

"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).

Pasca pengumuman tersebut, yield obligasi tenor 3 tahun turun 30 basis poin pada pekan lalu, menjadi penurunan paling besar sejak tahun 2012. Penurunan yield tersebut menjadi indikasi pelaku pasar memundurkan ekspektasi kenaikan suku bunganya. Alhasil, dolar Australia terus tertekan.

"Kami memperkirakan dolar Australia masih akan tertekan, selain itu ada kemungkinan pasar memundurkan ekspektasi kenaikan suku bunga RBA lebih lanjut," kata Kim Mundy, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia, Senin (8/11) sebagaimana dilansir Bloomberg.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular