'Kiamat' Batu Bara Nyata, Fakta-fakta Ini Membuktikannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tahun batu bara menyentuh rekor harga tertinggi, banyak analis, ekonomis dan pelaku pasar yang memperkirakan bahwa 'emas hitam' yang saat ini berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, kelak dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan menjadi bagian dari buku sejarah.
Batu bara sejatinya sudah lama diramalkan akan ditanggali, akan tetapi hingga beberapa waktu lalu tidak terdapat waktu pasti yang disepakati bersama oleh kumpulan individu paling berpengaruh di dunia yang baru bertemu di Glasgow awal pekan ini.
Konferensi Perubahan Iklim PBB atau dikenal juga sebagai COP26 yang tahun ini dilaksanakan di ibu kota Skotlandia memang baru resmi berakhir minggu depan, akan tetapi acara utama yakni pertemuan pemimpin dunia untuk membahas arah kebijakan demi menghindari krisis iklim dunia telah selesai digelar.
Berbagai keputusan penting dengan konsekuensi yang besar bagi perekonomian dunia dibahas mendalam, khususnya terkait isu lingkungan dan energi.
Sekitar 190 negara dan organisasi yang menghadiri KTT COP26 Glasgow dilaporkan menandatangani perjanjian untuk memensiunkan PLTU batu bara. Hal ini untuk mencegah ancaman perubahan iklim yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan.
Perjanjian tersebut mencakup 18 negara yang untuk pertama kalinya berjanji untuk memensiunkan atau menghentikan investasi di pembangkit listrik tenaga batu bara baru di dalam dan luar negeri.
Daftar tersebut mencakup negara-negara pengguna batu bara utama, termasuk Kanada, Polandia, Ukraina, dan Vietnam. Mereka telah berkomitmen untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap pada tahun 2030-an untuk negara-negara maju dan ekonomi besar dan tahun 2040-an untuk negara dengan ekonomi yang lebih kecil.
Dari dalam negeri sendiri, Indonesia dikabarkan siap untuk 'memensiunkan' secara dini pembangkit listrik dengan sumber energi batu bara pada 2040 mendatang sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mengantisipasi perubahan iklim yang mengancam dunia.
Ini jauh lebih cepat dari prakiraan awal penghentian batu bara baru bisa dilakukan pada 2056, sehingga pada 2060 RI bisa mencapai emisi nol karbon.
Sebenarnya selain dari komitmen para pemimpin dunia, tren bahwa umat manusia mulai meninggalkan komoditas yang terbentuk dari fosil tumbuhan ini sudah terlihat jelas jauh sebelum KTT COP26 tahun ini.
Berikut beberapa fakta yang membuktikan bahwa 'kiamat' batu bara memang semakin dekat.
(fsd/sef)