
Bursa Asia Dibuka Mixed, Hang Seng Ambles, STI Menghijau!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka cenderung beragam pada perdagangan Jumat (5/11/2021), di tengah masih positifnya dua indeks saham di bursa Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (4/11/2021) waktu setempat.
Hanya indeks Straits Times Singapura dan KOSPI Korea Selatan yang dibuka di zona hijau pada perdagangan hari ini. Indeks saham Negeri Singa dibuka menguat 0,34% dan indeks saham Negeri Ginseng dibuka naik 0,1%.
Sementara sisanya dibuka di zona merah pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,29%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,08%, dan Shanghai Composite China terkoreksi 0,23%.
Cenderung beragamnya pergerakan pasar saham Asia pada pada hari ini terjadi di tengah kembali positifnya dua indeks saham di bursa AS, Wall Street pada penutupan pasar dini hari tadi waktu Indonesia.
Dua indeks tersebut yakni indeks S&P 500 yang menguat 0,42% ke level 4.680,13 dan Nasdaq Composite yang melesat 0,81% ke 15.940,31. S&P 500 dan Nasdaq pun kembali membukukan rekor tertingginya sepanjang sejarah.
Tetapi untuk indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,09% ke level 36.124,23 pada penutupan pasar dini hari tadi waktu Indonesia.
DJIA turun karena terseret saham-saham perbankan yang melemah. Harga saham JPMorgan Chase & Co turun 1,31% sementara Goldman Sachs terpangkas 2,35%.
Saham-saham perbankan di AS merespons negatif arah kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang mengarah ke hawkish. Kemarin, Ketua The Fed, Jerome Powell memutuskan untuk mulai mengurangi pembelian surat berharga atau tapering off senilai US$ 15 miliar.
Sejak tahun lalu, The Fed memborong surat berharga di pasar senilai US$ 120 miliar setiap bulannya untuk merangsang perekonomian Negeri Paman Sam yang terpuruk akibat serangan pandemi virus corona (Covid-19).
Kini perekonomian AS mulai pulih, tekanan inflasi kian terasa karena peningkatan permintaan. The Fed pun memutuskan sudah saatnya mengurangi dosis stimulus.
Apabila pembelian surat berharga oleh The Fed berkurang US$ 15 miliar setiap bulannya, maka program ini akan selesai dalam delapan bulan. Setelah itu kemungkinan The Fed akan mulai menaikkan suku bunga acuan. Artinya, bukan tidak mungkin kenaikan Federal Funds Rate akan terjadi pada semester II-2022.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan biaya dana perbankan. Laba akan tergerus, dan menjadi sentimen negatif bagi emiten di sektor ini.
Di lain sisi, kebangkitan ekonomi Negeri Adidaya semakin nyata dari data ketenagakerjaan terbaru. Pada pekan yang berakhir 30 Oktober 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran tercatat 269.000. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yang sebanyak 283.000 dan lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 275.000.
Klaim tunjangan pengangguran menyentuh titik terendah sejak Maret 2020. Ini berarti pasar tenaga kerja AS mulai pulih seperti masa sebelum pandemi.
Sementara itu pada hari ini, US Bureau of Labor Statistics akan merilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) sekitar pukul 08:30 waktu AS atau pukul 19:30 WIB.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan perekonomian AS menciptakan 450.000 lapangan kerja non-pertanian pada Oktober 2021. Jauh lebih banyak dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 194.000.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
