
Tapering Sudah Tak Penting! Rupiah Diramal ke Rp 14.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (4/10) pagi. Bank sentral AS (The Fed) resmi mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE), tetapi tidak menimbulkan efek yang besar di pasar valuta asing (valas).
Melansir data Refinitiv, rupiah dibuka melemah tipis 0,04% ke Rp 14.300/US$. Setelahnya rupiah sempat melemah hingga 0,14% sebelum berbalik menguat tipis 0,04% ke Rp 14.290/US$ pada pukul 9:07 WIB.
Dini hari tadi, The Fed mengumumkan tapering sesuai dengan prediksi pasar yakni sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya dari saat ini US$ 120 miliar per bulan.
Selain itu, The Fed juga masih menegaskan tingginya inflasi di AS hanya bersifat sementara, yang menjadi indikasi suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023, tidak di tahun depan. Alhasil pasca pengumuman tersebut indeks dolar AS merosot 0,25% ke 93,852.
Dengan demikian, tapering The Fed kali ini tidak memicu gejolak di pasar seperti tahun 2013 atau yang dikenal dengan taper tantrum. Saat itu, nilai tukar rupiah merosot tajam.
Ekonom dari Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, mengatakaa isu tapering tidak penting lagi bagi aset-aset Indonesia. Yang paling penting saat ini dikatakan adalah stabilnya harga komoditas, dan memprediksi rupiah akan menguat di sisa tahun ini.
"Untuk aset-aset Indonesia, kami melihat tapering sudah tidak penting lagi. Stabilitas pasar komoditas menjadi yang paling penting saat ini, Kami mempertahankan proyeksi yield obligasi tenor 10 tahun akan mencapai 5,8% dan rupiah ke Rp 14.000/US$ di tahun ini," kata Fakhrul.
Harga komoditas memang meroket belakangan ini. Dua komoditas ekspor utama Indonesia, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara melesat ke rekor tertinggi sepanjang masa. CPO saat ini masih berada di dekat rekor tertinggi sepanjang masa, kisaran 5.300 ringgit per ton, dan sepanjang tahun ini melesat lebih dari 40%.
Sementara itu baru bara sempat meroket lebih dari 240% dan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton pada 5 Oktober lalu.
Tetapi setelahnya, harga batu bara menjadi sorotan. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang tersebut, harganya sudah jeblok lebih dari 51% hingga Selasa lalu.
Namun, pada perdagangan Rabu kemarin, harga batu bara acuan ICE Newcastle Australia untuk kontrak 2 bulan ke depan sukses melesat 14,33% ke US$ 1.56,75/ton.
Sebelumnya kenaikan harga CPO dan Batu bara membuat neraca perdagangan Indonesia bisa mencatat surplus hingga 17 bulan beruntun, pendapatan pajak negara juga melonjak. Sehingga stabilitas harga batu bara menjadi penting, agar bisa mendongkrak kinerja rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
