RBA Super Dovish, Kurs Dolar Australia Jeblok 1% Lebih!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia jeblok melawan rupiah pada perdagangan Selasa kemarin. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang bersikap super dovish membuat dolar Australia yang sudah menguat 3% lebih sepanjang Oktober berbalik merosot.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia kemarin ambrol hingga 1,24% ke Rp 10.584,9/AU$. Sementara pada perdagangan hari ini, Rabu (3/11), pada pukul 11:33 WIB dolar Australia menguat 0,3% ke Rp 10.615,75/AU$.
RBA dalam pengumuman rapat kebijakan moneter Selasa kemarin mempertahankan suku bunga acuan 0,1%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai AU$ 4 miliar per pekan hingga Februari 2022.
Tetapi, RBA menghentikan salah satu stimulus moneternya, yakni yield curve control (YCC). Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, RBA memberikan berbagai stimulus tersebut termasuk YCC, dimanan yield obligasi tenor 3 tahun di tahan di kisaran 0,1%.
Dengan kebijakan tersebut RBA akan melakukan operasi pasar dengan membeli obligasi tenor 3 tahun ketika yield-nya lebih tinggi dari 0,1%. Miliaran dolar Australia sudah digelontorkan guna menahan yield di kisaran 0,1%, yang menyebabkan perekonomian dibanjiri likuiditas.
Selain itu, RBA juga membuka peluang kenaikan suku bunga di 2023, tetapi tidak di tahun depan. Hal itu dikatakan menjadi sikap super dovish, sebab pasar melihat peluang suku bunga dinaikkan pada tahun depan sangat besar karena inflasi yang tinggi.
Biro Statistik Australia pada pekan melaporkan inflasi inti tumbuh 2,1% di kuartal III-2021 dari periode yang sama tahun lalu. Inflasi tersebut sudah mencapai target RBA sebesar 2% hingga 3%.
Akibat tingginya inflasi tersebut, pasar melihat ada probabilitas hampir 100% RBA akan menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin menjadi 0,25% di bulan Mei tahun depan. Bahkan pasar juga melihat suku bunga bisa menjadi 1% di akhir 2022.
Tetapi hal tersebut langsung dimentahkan gubernur RBA, Philip Lowe.
"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)