
Emiten Farmasi Unjuk Gigi, Laba Naik Tak Kira-kira

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah situasi pandemi yang belum jelas kapan akan berakhir emiten yang bergerak di bidang farmasi kembali menorehkan kinerja ciamik pada kuartal ketiga tahun 2021 ini.
Sama dengan emiten pengelola RS, pendapatan serta laba emiten farmasi yang juga bagian dari sektor layanan kesehatan mampu tumbuh signifikan yang disorong oleh kondisi pandemi yang meningkatkan penjualan obat dan alat diagnostik.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), enam emiten telah menyampaikan kinerja keuangannya untuk kuartal III-2021, masing-masing adalah emiten PT Indofarma Tbk (INAF), PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Millennium Pharmacon International Tbk (SDPC), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dan emiten yang baru diakuisisi tidak lama setelah melantai di bursa, PT Tempo Scan Pacific Tbk (TPSC).
Permintaan Obat dan Alat Tes Diagnostik Pacu Pertumbuhan Pendapatan
Berdasarkan data laporan keuangan yang dipublikasikan di BEI, keenam emiten yang telah menyampaikan laporan kinerja interim kuartal ketiga semuanya kompak mengalami pertumbuhan pendapatan, beberapa di antaranya malah melonjak cukup signifikan.
Pertumbuhan pendapatan terbesar dicatatkan oleh IRRA yang pada kuartal ketiga tahun ini berhasil membukukan Rp 141,05 miliar, naik 670% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,03 miliar.
Selanjutnya emiten terdapat emiten pelat merah, Indofarma, yang mencatatkan pertumbuhan 100% atau mengganda menjadi Rp 1,49 triliun dari semula Rp 749,25 miliar.
Sedangkan empat emiten farmasi lainnya mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang jauh lebih 'kecil' dari IRRA dan INAF.
Kalbe Farma tercatat mengalami kenaikan pendapatan 12% menjadi Rp 19,10 triliun dari posisi akhir September tahun lalu sebesar Rp 17,07 triliun. Pendapatan Kalbe Farma juga merupakan yang terbesar dari emiten farmasi lainnya. SDPC mencatatkan pertumbuhan pendapatan 16% menjadi Rp 2,27 triliun dari semula Rp 1,95 triliun.
Sementara itu produsen jamu herbal dan suplemen, Sido Muncul mencatatkan kenaikan pendapatan 23% menjadi Rp 2,77 triliun dari semula Rp 2,25 triliun.
Terakhir Tempo Scan mencatatkan kenaikan pendapatan paling kecil dan hanya mampu tumbuh 3% menjadi Rp 8,34 triliun pada akhir kuartal ketiga tahun ini, dari periode yang sama tahun 2020 lalu sebesar Rp 8,09 triliun.
Peningkatan pendapatan ini salah satunya dipicu oleh melonjaknya permintaan obat baik itu obat generik, paten maupun obat herbal alternatif. Selain itu bobot besar adalah meningkatnya penjualan alat tes diagnostik, khususnya untuk pengetesan gejala covid-19 yang penjualannya meroket.
Sebelum harganya di turunkan oleh pemerintah, bisnis diagnostik memiliki rentang harga yang beragam tergantung berapa lama hasil pemeriksaan selesai. Beberapa operator bahkan menerapkan harga yang cukup besar untuk pengujian covid-19.
Meski demikian perusahaan-perusahaan tersebut tidak merinci berapa pendapatan yang diperoleh dari bisnis tes Covid.
Indofarma yang pendapatnya mengganda pada kuartal ini merinci bahwa pendapatan dari penjualan obat naik lebih dari 100% menjadi Rp 904,86 miliar dari sebelumnya Rp 440,77 miliar. Tidak hanya itu pendapatan dari penjualan alat kesehatan dan alat diagnostik juga meningkat tajam menjadi Rp 564,01 miliar dari semula Rp 286,75 miliar.
Meski tidak fokus pada penjualan obat resep dokter, penjualan jamu herbal dan suplemen Sido Muncul juga mengalami peningkatan signifikan, naik menjadi Rp 1,77 triliun dari semula Rp 1,44 triliun.
Selain pertumbuhan pendapatan yang impresif, keenam emiten farmasi tersebut juga mencetak laba pada tahun ini, yang mana salah satu di antarnya bahkan mampu membalikkan keadaan dari semula mengalami kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Indofarma melaporkan laba bersih sebesar Rp 2,82 miliar pada kuartal III-2021 atau per akhir September lalu. Kinerja ini membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan masih mengalami kerugian Rp 18,88 miliar.
Peningkatan kinerja laba terbesar dicatatkan oleh IRRA yang mampu tumbuh hingga 840% dari semula Rp 9,03 miliar menjadi Rp 84,92 miliar.
Millennium Pharmacon juga mencatatkan kinerja laba yang cemerlang, tumbuh 99% menjadi Rp 12,18 miliar dari sebelumnya Rp 6,13 miliar. Begitu pula Sido Muncul yang digenjot oleh penjualan jamu herbal, laba bersihnya mampu tumbuh 35% menjadi Rp 865,50 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp 640,80 miliar.
Adapun dua perusahaan dengan pendapatan terbesar, mencatatkan pertumbuhan laba 'paling kecil'. Emiten farmasi dengan pendapatan terbesar, Kalbe Farma, juga mampu membukukan laba terbesar di antara emiten farmasi lain. Akan tetapi kenaikan laba KLBGF 'hanya' sebesar 13% menjadi Rp 2,29 triliun dari sebelumnya Rp 2,03 triliun.
Terakhir adalah Tempo Scan yang laba bersihnya 'hanya' mampu tumbuh 10% menjadi Rp 545,66 miliar dari semula Rp 495,46 miliar.
Dari keenam perusahaan tersebut lima di antanya mengalami peningkatan aset, hanya Sido Muncul yang nilai asetnya menyusut 5,17% dari posisi akhir tahun lalu.
Sejalan dengan pertumbuhan aset, ekuitas lima emiten farmasi tersebut juga mengalami kenaikan, dengan peningkatan terbesar dibukukan oleh IRRA yang ekuitasnya meningkat 109% menjadi Rp 508,50 miliar. Sedangkan Sido Muncul menjadi satu-satunya emiten yang ekuitasnya turun.
Meski Kinerja Keuangan Cemerlang, Kinerja Saham Emiten Farmasi Bervariasi
Hingga penutupan perdagangan sesi I Selasa, 2 November 2021, secara keseluruhan dalam setahun terakhir kinerja saham emiten farmasi tercatat cukup baik.
Emiten farmasi yang sahamnya mampu tumbuh fantastis dalam setahun terakhir adalah IRRA, yang harganya meroket naik 123%.
Harga saham SDPC dan SIDO tercatat tumbuh masing-masing 30% dan 16% dalam setahun terakhir. Selanjutnya tidak jauh di belakang terdapat Tempo Scan yang sahamnya menguat 15% dalam setahun. Selanjutnya adalah Kalbe Farma yang sahamnya menguat tipis, naik 2,88% dalam setahun.
Terakhir, dari emiten farmasi yang telah melaporkan kinerja keuangannya, emiten pelat merah menjadi satu-satunya yang sahamnya jeblok dalam setahun terakhir, di mana harga saham Indofarma tercatat turun 25% atau berkurang seperempat dari tahun lalu. Catatan kinerja ini juga merupakan yang terburuk dari emiten lain yang belum menyampaikan laporan keuangan kuartal ketiga tahun ini.
Sedangkan dari sejumlah emiten lainnya yang belum menyampaikan laporan keuangan , hanya PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) yang mencatatkan kinerja saham yang positif atau tumbuh 31% dalam setahun.
Sementara itu PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) sahamnya tercatat turun 1,54%. PT SOHO Global Health Tbk (SOHO), PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Phapros Tbk (PEHA) harga sahamnya masing-masing terkoreksi 23%, 21% dan 23% dalam setahun terakhir.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indofarma-Quantum Laboratoris Sinergi Produksi & Pemasaran
