Gegara Suku Bunga, Rupiah Keok di Jisdor & Terburuk di Asia
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih belum mampu bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (2/11), baik di kurs tengah Bank Indonesia (BI) maupun di pasar spot. Bank Indonesia yang kemungkinan akan tertinggal dalam periode kenaikan suku bunga membuat rupiah tertahan di zona merah.
Melansir data dari BI, kurs tengah atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini melemah 0,18% ke Rp 14.263/US$ dibandingkan awal pekan kemarin.
Sementara di pasar spot, rupiah melemah tipis 0,04% ke Rp 14.250/US$. Meski tipis, rupiah hari ini menjadi yang terburuk di Asia. Hingga pukul 15:00 WIB, mayoritas mata uang utama Asia menguat. Hanya rupiah, yuan China, dan dolar Taiwan yang mengalami pelemahan.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Di pekan ini, perhatian utama pelaku pasar tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) Kamis nanti yang hampir pasti akan mengumumkan tapering. Tetapi seberapa agresif pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dilakukan masih menjadi tanda tanya.
Jika The Fed agresif dalam melakukan QE, maka ekspektasi kenaikan suku bunga di tahun depan akan semakin menguat. Inflasi yang sangat tinggi di AS, jika tidak melandai maka akan menjadi alasan untuk segera menaikkan suku bunga.
Sementara itu di Indonesia, inflasi masih rendah sehingga belum ada tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga. Di Asia, Singapura dua pekan lalu sudah mengetatkan kebijakan moneternya, bank sentral Korea Selatan juga sudah menaikkan suku bunga beberapa bulan lalu.
Beberapa bank sentral baik di Asia hingga Eropa juga sedang bersiap menaikkan suku bunga. Di pekan ini, Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) diramal akan menaikkan suku bunga.
Bukan tanpa sebab, probabilitas tersebut muncul setelah Gubernur BoE, Andrew Bailey, dua pekan lalu mengatakan tengah bersiap untuk menaikkan suku bunga guna meredam laju inflasi.
Bailey mengatakan inflasi yang tinggi di Inggris hanya bersifat sementara, tetapi dengan kenaikan tajam harga energi, inflasi bisa semakin tinggi dan dalam waktu yang lama.
Adapun yang terbaru, siang tadi bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengindikasikan suku bunga bisa naik sebelum tahun 2024. RBA sebelumnya selalu menegaskan suku bunga baru akan dinaikkan di 2024, tetapi dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini, kalimat tersebut tidak lagi disebutkan.
Ketika banyak negara menaikkan suku bunga, spread imbal hasil dengan Indonesia akan menyempit, yang tentunya kurang menguntungkan bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)