
Inflasi jadi Hantu & Bunga Acuan Terpaksa Naik, Apa Efeknya?

Di saat banyak bank sentral menaikkan suku bunga kerena inflasi yang tinggi, di Indonesia inflasi justru masih rendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini melaporkan pada September 2021 inflasi tumbuh 1,6% year-on-year (YoY) sementara inflasi inti 1,3% YoY. Inflasi tersebut jauh di bawah target Bank Indonesia (BI) sebesar 3% plus minus 1%.
Bahkan, jika dilihat dari bulan Agustus bukannya inflasi malah terjadi deflasi 0,04%.
Rendahnya inflasi tersebut membuat ruang bagi BI untuk mempertahankan suku bunga di 3,5% masih besar.
Tetapi, jika tren kenaikan suku bunga makin marak terjadi, maka spread suku bunga antara Indonesia dengan negara maju bisa jadi akan semakin menipis, dan dengan negara berkembang lainnya, seperti Brasil semakin lebar. Hal tersebut berisiko memicu capital outflow dari dalam negeri yang pada akhirnya menekan rupiah.
Apalagi, Jika The Fed agresif menaikkan suku bunga di tahun depan, rupiah tentunya bisa semakin tertekan. Sehingga ada kemungkinan BI juga menaikkan suku bunga demi menjaga stabilitas rupiah.
"Inflasi di Indonesia masih rendah, kami yakni ruang normalisasi suku bunga Bank Indonesia masih terbatas. Dalam konteks perbedaan kebijakan moneter dengan The Fed, rupiah akan dirugikan dalam jangka menengah. Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga pada semester II tahun depan," kata ekonom dari Societe Generale sebagaimana dilansir FX Street, Rabu (27/10).
Masalahnya, seperti yang disebutkan sebelumnya, kenaikan suku bunga berisiko membuat perekonomian melambat. Bahkan saat ini, setelah BI menerapkan suku bunga acuan di rekor terendah, pertumbuhan kredit juga masih rendah.
BI menyatakan pertumbuhan kredit perbankan nasional pada September 2020 ini kembali melorot dan hanya naik 0,12% YoY dibandingkan dengan Agustus 2020 yang masih sebesar 1,04% YoY.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan fungsi intermediasi dari sektor keuangan memang masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19.
Jika permintaan domestik masih belum kuat dan suku bunga dinaikkan, ada risiko roda perekonomian akan kembali melambat di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]