
Bursa Singapura Bisa Hijau Saat Covid-19 Meledak, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian besar bursa Asia pada perdagangan Kamis (28/10/2021) hari ini diperdagangkan di zona merah, karena sentimen yang hadir di pasar keuangan Asia lebih didominasi oleh sentimen negatif.
Per pukul 10:07 WIB, indeks Nikkei Jepang ambles 0,94% ke level 28.825,619, Hang Seng Hong Kong melemah 0,22% ke 25.572,52, Shanghai Composite China merosot 0,73% ke 3.536,27, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,41% ke 6.574,82.
Sementara untuk indeks KOSPI Korea Selatan turun tipis 0,01% ke level 3.025,12. Namun, pergerakan KOSPI pagi hari ini cenderung volatil.
Di lain sisi, indeks Straits Times Singapura (STI) sempat dibuka menghijau 0,21% pada awal perdagangan hari ini. Namun selang sekitar 120 menit, indeks bursa saham acuan Negeri Singa tersebut akhirnya mengikuti pergerakan bursa Asia lainnya, yakni melemah 0,25% ke level 3.210,16.
Saat ini, Singapura masih berperang dengan pandemi virus corona (Covid-19), di mana kasus harian virus corona (Covid-19) terus meningkat, bahkan kasus Covid-19 Singapura kembali menembus rekor barunya. Pada Rabu (27/10/2021) kemarin, Negeri Singa itu mencatat 5.000 kasus tambahan untuk pertama kalinya.
Mengutip Kementerian Kesehatan (Ministry of Health/MOH) Singapura, kemarin ada 5.324 kasus baru dengan tambahan 10 kematian. Ini merupakan rekor sejak gelombang baru Covid-19 menyerang negeri itu akhir Agustus 2021.
Angka kasus baru ini juga naik signifikan dibanding Selasa (26/10/2021), di mana Singapura mencatat 3.277 kasus. Hingga hari yang sama, merujuk data John Hopkins University (JHU), rata-rata tujuh hari kasus Covid-19 Singapura adalah 3.481
"Angka infeksi luar biasa tinggi hari ini, sebagian besar karena banyaknya kasus positif Covid-19 terdeteksi oleh laboratorium penguji beberapa jam di sore hari," kata MOH dalam keterangannya kemarin malam.
"Departemen Kesehatan sedang melihat lonjakan yang 'tak biasa' ini dalam waktu singkat dan memantau dengan cermat tren selama beberapa hari ke depan."
Singapura sendiri menyebut, kebanyakan kasus adalah gejala ringan dan tanpa gejala. Ini akibat meluasnya vaksinasi di negeri itu.
Namun, tingkat pemanfaatan ICU secara keseluruhan tergolong tinggi. Saat ini 79,8% sudah terpakai dan pemerintah terus menambah lebih banyak lagi tempat tidur.
Mengutip Worldometers, Singapura mencatat total 184.419 kasus Covid-19 sejak pandemi menyerang di 2020. Total kematian warga kini 349 orang.
Selain terus meningkatnya kasus Covid-19, Singapura juga tengah dilanda krisis energi yang berdampak pada pasokan listrik di negara tersebut. Hal ini terjadi lantaran terganggunya pasokan gas ke negara tersebut.
Tingginya permintaan gas alam dunia menjadi penyebab krisisnya suplai gas ke Singapura dan berdampak pada meroketnya harga. Hal ini terjadi sejak pembukaan dunia pasca pembatasan wilayah (lockdown) akibat pandemi Covid-19.
Sebagai dampak dari mulai terbatasnya pasokan gas alam, beberapa perusahaan produsen listrik mulai menyatakan akan keluar dari bisnis listrik di Singapura.
Pekan lalu, Ohm Energy dan iSwitch menyatakan akan menghentikan operasinya dan telah mengembalikan rekening pengguna ke SP group, perusahaan listrik milik negara di Singapura.
Secara total, setidaknya saat ini sudah ada tiga perusahaan mengaku akan keluar dari bisnis listrik di Singapura. Negara ini memang telah meliberasi listrik sejak 2018, dengan meluncurkan sistem Pasar Terbuka (OEM).
Sejatinya, pergerakan STI selalu berbanding terbalik dengan pergerakan bursa Asia lainnya. Jika dilihat dari historisnya, ketika bursa Asia mengalami pelemahan, STI malah cenderung menguat.
Seperti contoh pada penutupan perdagangan Rabu kemarin, di mana STI masih mampu ditutup di zona hijau, meskipun indeks saham di Asia mengalami kejatuhan.
Cenderung kuatnya STI, meskipun negaranya sedang dilanda dua 'badai' karena pemerintah Singapura tengah menyiapkan beberapa langkah untuk menggenjot pertumbuhan modal mereka dengan mengakomodasi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan start-up (rintisan) teknologi yang tengah tumbuh.
Hal ini dilakukan oleh pemerintah Singapura yang disiapkan pada September lalu demi memikat perusahaan-perusahaan teknologi agar mau melakukan IPO di Bursa Singapura (Singapore Exchange/SGX), agar bursa saham Singapura kembali bangkit.
Singapura Exchange dalam beberapa tahun terakhir juga telah mengeluarkan beberapa langkah untuk meningkatkan IPO.
Bahkan awal bulan September lalu, SGX mengumumkan aturan baru untuk memungkinkan pencatatan perusahaan akuisisi tujuan khusus atau SPAC (special purpose acquisition company), perusahaan cek kosong.
Langkah ini dinilai sebagai cara untuk menghidupkan kembali pasar IPO di Singapura.
Reuters mencatat pada tahun ini, pasar saham Singapura sebenarnya telah mengungguli banyak bursa regionalnya. Tetapi penawaran umum perdana di Bursa Singapura masih terlihat tidak begitu menarik.
Bahkan pada semester pertama tahun ini saja, Singapura hanya mampu menarik tiga IPO saja yang menghasilkan nilai sekitar US$ 200 juta atau setara Rp 2,9 triliun.
Dibandingkan dengan Hong Kong cukup tertinggal jauh di mana Bursa Hong Kong mampu mencatatkan 46 perusahaan untuk listing dan mengumpulkan dana hingga US$ 27,4 miliar atau setara Rp 392 triliun.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunggu Hasil Rapat Fed, Bursa Asia Kompak Melesat!
