
Batu Bara Lagi Booming, 10 Saham Batu Bara Ini Cuan Gede!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren kenaikan harga kontrak berjangka (futures) batu bara akhir-akhir ini turut mendongkrak kinerja saham-saham emiten produsennya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah cenderung terkena aksi ambil untung (profit taking) sepanjang pekan lalu, saham-saham batu bara kembali menguat kembali (rebound) pada Senin (25/10/2021).
Lalu, saham-saham batu bara apa saja yang mencetak kenaikan tertinggi dalam sebulan belakangan?
Berikut ini daftar 10 besar saham batu bara dengan lonjakan terbesar dalam sebulan terakhir.
10 Saham Batu Bara dengan Kenaikan Tertinggi dalam Sebulan
Emiten | Kode | Harga Terakhir (Rp) | % 1 Bulan |
Bayan Resources | BYAN | 26400 | 51.51 |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 24850 | 34.69 |
Bumi Resources | BUMI | 75 | 33.93 |
Golden Eagle Energy | SMMT | 240 | 31.87 |
ABM Investama | ABMM | 1535 | 27.92 |
Indika Energy | INDY | 1925 | 25.41 |
Perdana Karya Perkasa | PKPK | 131 | 21.30 |
Golden Energy Mines | GEMS | 4200 | 18.31 |
Adaro Energy | ADRO | 1745 | 16.33 |
TBS Energi Utama | TOBA | 550 | 14.58 |
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Harga terakhir per 25 Oktober 2021
Berdasarkan data di atas, saham emiten milik taipan Dato Dr Low Tuck Kwong BYAN menjadi yang paling melaju kencang, yakni sebesar 51,51% ke harga Rp 26.400/saham.
Saham BYAN berhasil rebound 3,53% pada Senin kemarin, setelah terbenam di zona merah selama 5 hari perdagangan beruntun.
Di posisi kedua, saham ITMG melesat 34,69% ke Rp 24.850/saham dalam 30 hari terakhir. Kemarin, saham ini ditutup melesat 4,41%, usai ambles selama 4 hari berturut-turut.
Ketiga, saham Grup Bakrie BUMI yang melejit 33,93% ke harga Rp 75/saham. Seperti kedua saham di atas, pada Senin saham BUMI naik 1,35%, memutus tren koreksi selama 5 hari beruntun.
Di bawah saham BUMI, ada saham emiten Grup Rajawali SMMT yang mendaki 31,87% ke Rp 240/saham dalam sebulan. Berbeda dengan ketiga saham di atas, saham SMMT berhasil mencatatkan reli kenaikan dalam 4 hari terakhir.
Pada Senin kemarin, (25/10/2021), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 195,30/ton, naik 2,25% dibandingkan posisi Jumat (22/10) pekan lalu.
Dalam sepekan, harga batu bara ambles 16,89%, di tengah aksi ambil untung yang dilakukan investor. Namun, dalam sebulan masih naik tipis 0,02%. Adapun sejak akhir 2020 (year to date/ytd) harga batu bara meroket 138,90%.
Halaman Selanjutnya >>> RI Ketiban Berkah, China Siap Intervensi Harga
Memang, rasanya tidak ada komoditas yang harga naik setinggi batu bara.
Oleh karena itu, pasti akan datang saatnya investor bernafsu untuk mencairkan keuntungan yang memang sudah begitu tinggi. Aksi jual massal (sell-off) ini yang membuat harga batu bara terkoreksi.
Kenaikan harga batu bara sepanjang tahun ini menimbulkan ekspektasi dari investor bahwa pendapatan emiten produsennya akan meningkat juga.
Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak dan gas juga turut mendorong harga batu bara. Apalagi, saat ini sejumlah negara di dunia, termasuk China, sedang mengalami krisis energi.
Krisis pasokan listrik dari pembangkit bertenaga batu bara di China membuat impor batu bara dari Indonesia mencapai rekor tertinggi.
Menurut pemberitaan CNBC Indonesia, Jumat (22/10), berdasarkan data bea cukai China pengiriman batu bara jenis brown thermal dan coking dari Indonesia menembus 21 juta ton pada September lalu melampaui capaian impor pada Agustus yang mencapai 17 juta ton.
Lebih lanjut, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menyampaikan efek lonjakan harga komoditas berpengaruh terhadap bea keluar (BK) di mana realisasinya mencapai Rp 22,56 triliun atau terbaik sepanjang sejarah Indonesia.
"BK melonjak 910,6% karena komoditas CPO dan logam dasar, batu bara nikel dan lain-lain," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode Oktober 2021, Senin (25/10/2021).
Pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga catatkan pertumbuhan tinggi. Di mana dalam sembilan bulan ini saja PNBP sudah terealisasi 107,6% atau melewati target APBN menjadi Rp 320,8 triliun.
PNBP non migas, misalnya, tumbuh 78,3% menjadi 119,8% dari target Rp 29,1 triliun. Ditopang oleh kenaikan harga batu bara, emas, perak, tembaga, timah dan nikel. Harga Batu bara Acuan (HBA) dalam periode tersebut mencapai US$ 102,3/ton.
Sementara, menurut catatan Financial Times, Senin (25/10), China, yang melarang impor batu bara Australia tahun lalu, setuju untuk membeli batu bara termal senilai US$ 1,5 miliar dari Indonesia pada tahun 2021.
Namun, di tengah lonjakan gila-gilaan harga komoditas akhir-akhir ini, pemerintah China tengah mempertimbangkan untuk melakukan intervensi terhadap harga komoditas yang naik tajam, termasuk batu bara.
Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China (NDRC) pada Selasa lalu mengungkapkan tengah mempelajari langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengintervensi harga batu bara. Mereka akan melakukan segala upaya agar harga kembali ke kisaran yang masuk akal.
Salah satunya adalah dengan menggenjot produksi, yang sempat terhambat karena bencana banjir di sejumlah daerah penghasil batu bara di Negeri Panda. Pada 18 Oktober 2021, produksi batu bara China tercatat 11,6 juta ton, melonjak 8,6% dibandingkan posisi akhir bulan lalu. NDRC menargetkan produksi 12 juta ton per hari agar harga batu bara bisa turun.
Menurut perhitungan Refinitiv, apabila tingkat produksi Oktober 2021 terjaga hingga akhir tahun, maka pada kuartal IV-2021 produksi batu bara China akan sebanyak 1,07 miliar ton. Ini membuat produksi sepanjang 2021 menjadi 3,99 miliar ton, naik 4% dibandingkan 2020 sekaligus menjadi rekor tertinggi.
Batu bara adalah komoditas strategis bagi China, karena sekitar 60% pembangkit listrik di sana menggunakan tenaga batu bara. Tingginya harga batu bara membuat perusahaan listrik kelimpungan karena di sisi lain permintaan juga sangat tinggi. Tentu, wajar pemerintahan Presiden Xi Jinping punya kepentingan untuk menekan harga batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Krisis Energi, Jadi Peluang Ekspor Batu Bara?