Powell: Tapering 'Yes', Suku Bunga 'No', Pasar Jadi Ceria?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2021 16:30
Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) tinggal menghitung hari untuk melakukan tapering. Hal tersebut sudah dikonfirmasi oleh ketua The Fed, Jerome Powell. Namun, tidak seperti 2013, tapering kali ini ditanggapi santai oleh pelaku pasar, belum terlihat adanya gejolak di pasar finansial global.

Artinya, The Fed sukses melakukan komunikasi dengan pasar. Pada tahun 2013, ketika terjadi taper tantrum akibat pengumuman tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) The Fed, komunikasi yang kurang bagus dikatakan menjadi penyebabnya.

Pelaku pasar saat itu terkejut dengan pengumuman tapering, aliran modal keluar dari negara emerging market kembali ke Amerika Serikat, pasar finansial global pun mengalami gejolak. Rupiah saat itu terpuruk, bursa saham termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami hal yang sama, meski tidak separah dan selama rupiah.

Sementara di tahun ini, The Fed sudah jauh-jauh hari berkomunikasi terkait tapering, dan hampir pasti akan dilakukan tahun ini. Bisa pertengahan bulan depan, atau di bulan Desember.

"Saya berfikir sekarang saatnya melakukan tapering, saya tidak berfikir sekarang saatnya menaikkan suku bunga," kata Powell dalam konferensi virtual Jumat (23/10), sebagaimana diwartakan Reuters.

Powell menyatakan saat ini ada 5 juta tenaga kerja yang masih belum terserap seperti sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda dunia.

"Kami pikir kami bisa bersabar (untuk menaikkan suku bunga) dan membiarkan pasar tenaga kerja pulih," tambahnya.

Selain iu, Powell juga menegaskan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat saat ini ke depannya akan melandai.

Pernyataan Powell mengindikasikan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023. Pernyataan Powell sedikit berbeda dengan mayoritas koleganya di The Fed.

Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.

Dalam dot plot yang terbaru, sebanyak 9 orang dari 18 anggota Federal Open Market Committee (FOMC) kini melihat suku bunga bisa naik di tahun depan. Jumlah tersebut bertambah 7 orang dibandingkan dot plot edisi Juni. Saat itu mayoritas FOMC melihat suku bunga akan naik di tahun 2023.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rupiah Dan IHSG Merah

Meski pasar finansial global secara umum masih ceria, tetapi rupiah dan IHSG melemah pada perdagangan hari ini. Aksi profit taking sepertinya masih melanda rupiah dan IHSG.
Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,25% ke Rp 14.155/US$, dan sepanjang perdagangan tertahan di zona merah. Sementara IHSG sempat lama di zona hijau, tetapi di penutupan justru melemah 0,27% ke 6.625,697.

IHSG pada hari ini sempat mendekati lagi rekor tertinggi sepanjang masa, sebelum akhirnya masuk ke zona merah.

Harga batu bara yang jeblok cukup membebani sentimen di dalam negeri. Sebelumnya batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 270/ton pada 5 Oktober lalu.
Namun, sepanjang pekan lalu harga baru bara acuan Ice Newcastle Australia untuk kontrak bulan November ambrol nyaris 21% di pekan ini ke US$ 191/ton. Jika dilihat dari rekor tersebut, batu bara sudah jeblok nyaris 30%.

Batu bara merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia, kenaikan harganya yang sempat mencapai 230% di tahun ini membuat neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus.

Badan Pusat Statistik (BPS) Jumat (15/10 melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mencatatkan surplus senilai US$ 4,37 miliar. Ini adalah surplus perdagangan selama 17 bulan beruntun.

Berkat neraca perdagangan yang terus surplus, Bank Indonesia (BI) memprediksi transaksi berjalan (current account) juga diprediksi positif di kuartal III-2021.

Untuk sepanjang 2021, transaksi berjalan diperkirakan masih akan defisit tetapi lebih baik dari proyeksi sebelumnya.

"Ke depan, defisit transaksi berjalan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya menjadi kisaran 0-0,8% dari PDB pada 2021. Defisit transaksi berjalan tetap akan rendah pada 2022 sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2021, Selasa (19/10/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular