Dolar AS Bangkit, Rupiah Makin Jauh dari Rp 14.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 22/10/2021 09:33 WIB
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah yang sempat mendekati Rp 14.000/US$ di pekan ini, kini malah semakin menjauh dari level psikologis tersebut. Dolar Amerika Serikat (AS) yang mulai bangkit setelah tertekan sejak pekan lalu membuat rupiah langsung masuk ke zona merah di awal perdagangan hari ini, Jumat (22/10).

Pada pukul 9:13 WIB, US$ 1 setara Rp 14.150/US$, rupiah melemah 0,21% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dolar AS pada perdagangan Kamis kemarin sebenarnya sempat tertekan, tetapi akhirnya mampu bangkit. Indeks dolar AS setelah mengalami pelemahan beruntun sukses menguat 0,21% ke 93,758 kemarin.


Penguatan dolar AS tersebut dipicu tanda-tanda membaiknya pasar tenaga kerja. Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan klaim tunjangan pengangguran mingguan sebanyak 290.000 dalam sepekan yang berakhir 16 Oktober.

Jumlah tersebut turun 6.000 klaim dari pekan sebelumnya, dan merupakan rekor terendah selama pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda Amerika Serikat.

Pasar tenaga kerja AS merupakan salah satu acuan bank sentralnya (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Untuk saat ini, pasar tenaga kerja AS disebut sudah cukup bagi The Fed, untuk melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Tetapi, untuk menaikkan suku bunga, ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan pasar tenaga kerja masih perlu kemajuan lebih lanjut.

Hal senada diungkapkan oleh salah satu The Fed kemarin, tapering dikatakan sudah seharusnya dilakukan, tetapi untuk kenaikan suku bunga masih jauh.

Sebelumnya, pasar berekspektasi suku bunga bisa dinaikkan pada September 2022. Sementara tapering kemungkinan besar akan dilakukan bulan depan atau di Desember.
Dengan rilis data tenaga kerja yang membaik, maka ekspektasi kenaikan suku bunga di tahun depan tentunya bisa semakin menguat. Apalagi dengan inflasi yang masih terus menanjak.

Inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) berada di level tertinggi dalam 13 tahun terakhir, sebesar 5,4% year-on-year (YoY).

Sementara jika dilihat dari personal consumption expenditure (PCE) berada di level tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Di bulan Agustus, inflasi PCE Inti tumbuh 3,6% YoY. Selain pasar tenaga kerja, inflasi PCE merupakan inflasi yang dijadikan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.

Tingginya inflasi saat ini, tidak hanya di Amerika Serikat, membuat Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan bank sentral untuk bersiap menaikkan suku bunga agar inflasi tidak lepas kendali.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS