Santer Kabar Akuisisi Bank Mayora, Saham BBNI Diborong Asing!
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten bank BUMN PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI ramai diborong oleh investor asing hingga penutupan sesi I perdagangan hari ini, Selasa (19/10/2021).
Hal ini terjadi di tengah kabar soal rencana BNI untuk mengakuisisi bank baru semakin santer di publik. Bahkan, kabar pasar saat ini menyebutkan BNI tengah melakukan penjajakan dengan bank yang akan diambilalih, yakni PT Bank Mayora.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BBNI ditutup stagnan pada sesi I di Rp 7.075/saham, setelah berfluktuasi hingga sempat menyentuh Rp 7.225/saham pada awal perdagangan tadi pagi.
Nilai transaksi saham BBNI tercatat sebesar Rp 218,6 miliar, salah satu yang terbesar di bursa. Sementara itu, asing melakukan beli bersih (net buy) dengan nilai Rp 31,1 miliar, juga salah satu yang tertinggi di BEI.
Pada Senin kemarin (18/10), saham BBNI ditutup melesat 4,81%, seiring rumor akuisisi tersebut mencuat ke pasar.
Dalam sepekan, saham BBNI melejit 10,55%, sementara dalam sebulan melonjak 38,05%. Adapun secara year to date (ytd), saham ini terkerek naik 14,57%.
Nilai kapitalisasi pasar saham BBNI tercatat sebesar Rp 131,94 triliun hingga siang ini.
Sementara, saham Grup Mayora PT Mayora Indah Tbk (MYOR) juga diborong asing dengan nilai beli bersih Rp 1,07 miliar. Namun, harga saham MYOR terkoreksi 0,39% ke Rp 2.560/saham dengan nilai transaksi Rp 6,08 miliar.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan sudah menegaskan bahwa pihaknya memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang berjalan salah satunya menjadi digital bank.
"Masih lihat subjeknya apakah modalnya ada, kemampuan ada, tapi kajiannya sudah ada. Kami semua sudah punya kajiannya, cuma kriteria untuk menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," kata Royke kepada CNBC Indonesia pada Juli.
Dia menambahkan, pihaknya memiliki kriteria untuk menjadi bank digital, harus memiliki kriteria dan tidak asal ambil. Royke menegaskan teknologi menjadi penting yang menjadi pertimbangan.
"Kalau teknologi tidak punya, kita tidak akan bisa jadi bank digital. Kuncinya di teknologi," ujar dia.
CNBC Indonesia sudah menghubungi Royke untuk meminta tanggapan kabar rencana akuisisi Bank Mayora ini, bank yang terafiliasi dengan emiten konsumer, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) ini, tetapi belum berbalas.
Kepada CNBC Indonesia, Corporate Secretary BNI Mucharom mengatakan rencana akuisisi bank sebetulnya sudah sejalan dengan rencana pertumbuhan ke depan.
Terlebih saat ini permodalan BNI sudah semakin solid sehingga akuisisi menjadi salah satu tahapan pertumbuhan yang bisa dilakukan.
"Sebagai salah satu perusahaan publik tentunya ingin selalu perform dari waktu ke waktu. Salah satu pertumbuhan yang dilakukan BNI adalah melalui anorganik growth," kata Mucharom kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/10/2021).
"Dengan memperhatikan permodalan yang semakin solid, kinerja perusahaan yang semakin baik, bahkan di atas yang sudah diproyeksikan, sehingga perseroan saat ini sudah memasuki tahapan yang lebih serius terkait aksi korporasi tersebut [akuisisi]," imbuhnya lagi.
Namun demikian, dia masih enggan menyebut bank mana yang akan diakuisisi lantaran memenuhi ketentuan governance.
"Karena semua action perusahaan harus tunduk pada governance yang ada, maka dengan berat hati kami belum dapat sampaikan nama target maupun partner yang akan jalan bersama kami," tandasnya.
CNBC Indonesia telah berupaya untuk meminta konfirmasi kepada pihak Bank Mayora melalui Direktur Kepatuhan Tiolina Tumanggor dan Corporate Secretary Yenni Noviyanti, tetapi hingga saat ini masih belum mendapatkan jawaban.
Situs resminya mencatat, Bank Mayora mendapatkan izin usaha Bank Umum sesuai SK Menteri Keuangan RI No. 719/KMK.017/1993 tanggal 14 Juli 1993 dan menjadi Bank Umum Devisa di tahun 2013 sesuai Surat Keputusan Gubernur BI No. 15/5/KEP.DPG/2013 tanggal 7 Mei 2013.
Adapun laporan keuangan Juni 2021 mencatat modal inti Bank Mayora Rp 1,21 triliun, masih di bawah ketentuan wajib dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni minimal Rp 2 triliun tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)