
Duh! Rupiah Balik Melemah ke Rp 14.100/US$, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menunjukkan kinerja impresif melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (18/10). Nyaris mencapai Rp 14.000/US$, Mata Uang Garuda malah berbalik melemah pada tengah hari.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah melemah 0,21% ke Rp 14.100/US$, sebelumnya rupiah sempat menguat 0,36% ke Rp 14.020/US$.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah terlihat sulit bangkit, tercermin dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.045,00 | Rp14.083,0 |
1 Bulan | Rp14.070,00 | Rp14.110,0 |
2 Bulan | Rp14.105,50 | Rp14.144,0 |
3 Bulan | Rp14.148,90 | Rp14.185,0 |
6 Bulan | Rp14.277,00 | Rp14.318,0 |
9 Bulan | Rp14.411,40 | Rp14.445,0 |
1 Tahun | Rp14.569,80 | Rp14.639,0 |
2 Tahun | Rp15.191,00 | Rp15.220,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Rupiah mencatat penguatan cukup tajam belakangan ini. Sepanjang pekan lalu lebih dari 1% dan pagi ini berlanjut lagi hingga mencapai level terkuat sejak 18 Februari lalu. Dengan penguatan tersebut tentunya bisa memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah.
Apalagi, ada kabar kurang sedang dari China. Biro Statistik Nasional China pagi ini melaporkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) tumbuh 4,9% melambat signifikan dari kuartal II-2021 sebesar 7,9%, dan di bawah prediksi analis yang disurvei Reuters sebesar 5,2%.
Hal ini tentunya memicu kecemasan akan pelambatan ekonomi global yang semakin dalam, dan kurang menguntungkan bagi rupiah.
Sementara itu beberapa ekonom di Tanah Air memprediksi rupiah bisa ke bawah Rp 14.000/US$.
"Bisa saja overshoot menguat di bawah Rp 14.000/US$," ungkap Ekonom Bank BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia, Senin (18/10/2021).
Faktor pendorong terbesarnya adalah realisasi ekspor pada September 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan RI pada September 2021 tercatat surplus sebesar US$ US$ 4,37 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia sudah 17 beruntun terus mencatat surplus.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Aldian Taloputra, Ekonom Bank Standard Chartered Indonesia. Aldian menambahkan, harga komoditas batu bara hingga minyak kelapa sawit diperkirakan masih terus meningkat, sehingga mendorong ekspor dan penguatan nilai tukar rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
