Rupiah 'Tarik-Tambang' Lawan Dolar AS, Siapa Pemenangnya?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 12/10/2021 10:27 WIB
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Lomba "tarik-tambang" antara rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) langsung terjadi di awal perdagangan Selasa (12/10). Sentimen terhadap rupiah masih cukup bagus, sementara dolar AS sedang menanti data inflasi. Alhasil, rupiah bergerak di antara penguatan dan pelemahan.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,04% ke Rp 14.200/US$. tetapi tidak lama, rupiah kemudian melemah dengan persentase yang sama di Rp 14.210/US$. Rupiah kembali "menarik" dolar AS, hingga stagnan di Rp 14.205/US$ pada pukul 9:10 WIB.

Bagusnya sentimen terhadap rupiah terlihat dari hasil survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters. Survei terbaru yang dirilis Kamis pekan lalu menunjukkan rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang masih ada dalam posisi beli (long) para pelaku pasar. Sementara mata uang lainnya, pelaku pasar mengambil posisi jual (short).


Sementara itu Kathy Lien, direktur pelaksana di BK Asset Management menyarankan pelaku pasar untuk berhati-hati di pekan ini sebab ada rilis inflasi dan belanja konsumen AS.

"Investor perlu sedikit berhati-hati, karena jika inflasi dan belanja konsumen AS di pekan ini menunjukkan pelambatan, maka akan sulit bagi dolar AS untuk mempertahankan penguatan," kata Lien sebagaimana dilansir CNBC International.

Pada Jumat pekan lalu, data tenaga kerja AS dirilis mengecewakan, jika inflasi juga melambat maka ekspektasi kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed), khususnya kenaikan suku bunga bisa berubah. Untuk tapering hampir pasti akan diumumkan di tahun ini, tetapi suku bunga beda ceritanya.

Para pejabat The Fed sepakat untuk melakukan tapering di tahun ini, tetapi masih ada perbedaan pendapat kapan suku bunga akan dinaikkan, apakah akhir tahun depan atau di tahun 2023.

Waktu kenaikan suku bunga akan tergantung inflasi serta data tenaga kerja AS.

Ketua The Fed, Jerome Powell, sebelumnya mengatakan perlu kemajuan lebih lanjut di pasar tenaga kerja untuk menaikkan suku bunga. Meski tapering tetap akan dilakukan di tahun ini.

Powell pada akhir September lalu menyatakan perekonomian saat ini masih jauh dari target tenaga kerja maksimum.

"Sebelumnya saya mengatakan kami sudah mencapai target untuk memulai tapering. Saya perjelas lagi, dalam pandangan kami, masih jauh untuk mencapai target tenaga kerja maksimum," kata Powell di hadapan Kongres AS, Selasa (28/9).

Pasar saat ini masih melihat kemungkinan suku bunga dinaikkan di akhir 2022, terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group.

Foto: CME Group

Berdasarkan perangkat tersebut, pasar melihat ada probabilitas sebesar 40,8% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,5% pada bulan November 2022.

Meski demikian, pelaku pasar juga melihat probabilitas sebesar 35,9% The Fed akan mempertahankan suku bunganya 0,25%.

Probabilitas keduanya tidak terpaut jauh, sehingga ke depannya rilis data inflasi dan tenaga kerja AS akan sangat menentukan apakah The Fed pada akhirnya menaikkan suku bunga tahun depan, atau di 2023.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS