
Trader Mulai Kipas-kipas, 5 Saham Blue Chip Ini Paling Cuan!

Saham ITMG memimpin 'klasemen' dengan melesat 48,27% ke Rp 25.650/saham. Di bawah saham ITMG, ada saham emiten milik Garibaldi 'Boy' Thohir ADRO yang melonjak 40,23% ke Rp 1.865/saham.
Saham batu bara lainnya, yakni emiten Grup Astra UNTR berhasil menanjak 26,91%.
Kenaikan ketiga saham tersebut berbarengan dengan mayoritas saham batu bara lainnya seiring tren lonjakan harga komoditas batu bara akhir-akhir ini.
Harga komoditas batu bara sempat menyentuh level tertinggi sejak 2008, yakni US$ 280/ton pada Selasa (5/10). Namun, kemarin setelah reli kenaikan 10 hari beruntun, harga batu bara anjlok 15,71% ke US$ 236/ton. Hal ini wajar, lantaran dalam kurun 10 hari tersebut batu bara 'meroket' 57,04%.
Selama sebulan ke belakang, kenaikan batu bara mencapai 32,32%, sementara sejak akhir 2020 (year-to-date), harga komoditas ini meroket 188,68%. Rasanya tidak ada komoditas lain yang mengalami kenaikan harga setajam batu bara.
Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak dan gas juga mempengaruhi kinerja batu bara yang terus mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Kemudian, saham MEDC berhasil melesat 27,08% seiring kenaikan harga minyak dunia yang sempat menyentuh rekor terbaru.
Pada Rabu (6/10/2021) pukul 06:35 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 82,56/barel. Melonjak 1,6% dari hari sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sejak 10 Oktober 2018. Sementara, pada Kamis (7/10), pukul 07.39 WIB, harga brent terkoreksi 0,17% ke US$ 80,94/barel.
Sementara pada Rabu pagi, minyak jenis light sweet harganya US$ 79,04/barel. Naik tipis 0,14% tetapi menjadi yang tertinggi sejak 28 Oktober 2014. Seperti harga brent, hari ini, Kamis pagi, minyak light sweet turun 0,39% ke US$ 77,13/barel.
Well, sepertinya aksi ambil untung (profit taking) jadi penyebab koreksi tersebut. Dalam sepekan terakhir, harga brent dan light sweet melesat masing-masing 3,8% dan 3,17%. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya adalah 13,07% dan 12,95%.
Tidak ketinggalan, saham PGAS juga terkerek naik 37,62% ke Rp 1.445/saham. Harga gas pun turun melesat di tengah krisis energi di Eropa.
Harga gas alam di Eropa kembali melonjak ke level tertinggi barunya pada Selasa (5/10/2021) waktu setempat, di mana melonjaknya harga gas alam kembali menekan sektor energi di kawasan Eropa jelang musim dingin.
Harga gas alam kontrak November di hub TTF Belanda yang merupakan harga gas alam acuan Eropa diperdagangkan sekitar € 118 per megawatt hour (MWH) atau setara Rp 1,9 juta/MWH (kurs Rp 16.500/euro), pada Selasa tengah hari waktu Eropa, melesat hampir 19% dan membuat rekor tertinggi baru.
TTF Belanda (Dutch) atau Title Transfer Facility adalah titik perdagangan virtual untuk gas alam di Belanda, secara virtual menjadi fasilitas bagi sejumlah pedagang di Belanda untuk melakukan perdagangan berjangka, fisik atas gas.
Dilansir CNBC International, dalam setahun berjalan (year-to-date/YTD), harga gas alam tersebut telah melesat hingga 400%.
Sementara di Inggris, harga gas alam untuk November melonjak 14% menjadi £ 2,79 per termal atau setara Rp 54.000 (Rp 19.300/poundsterling) pada Selasa siang waktu setempat. Sementara itu, gas grosir Inggris untuk pengiriman bulan berikutnya meroket 23% menjadi £ 2,50 per termal.
Masih melonjaknya harga gas alam sebagian disebabkan oleh lonjakan permintaan, terutama dari Asia, karena bangkitnya kembali perekonomian beberapa negara, setelah adanya penguncian wilayah (lockdown) yang disebabkan oleh virus corona (Covid-19).
Musim dingin yang akan datang di Eropa membuat persediaan gas alam dari musim panas lalu makin menipis.
Sementara itu, penurunan produksi gas di Eropa, kondisi cuaca di AS yang memburuk, dan adanya pemeliharaan telah menciptakan pasar gas yang lebih ketat dan mempersulit pengisian kembali pasokan gas menjelang musim dingin mendatang di seluruh wilayah.
Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di BEI yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.
Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
