
Yang Beli Kripto Merem Melek di September, Mayoritas Cuan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja pasar kripto pada kuartal ketiga tahun 2021 masih cukup apik, meskipun pada September cenderung volatil.
Berdasarkan data dari CoinMarketCap, mayoritas sepuluh kripto berkapitalisasi pasar terbesar di atas US$ 20 miliar masih mencatatkan penguatan pada kuartal III-2021.
Hanya koin digital berjenis stablecoin dan satu kripto yang dijuluki koin digital 'meme', yakni dogecoin yang terpantau melemah selama kuartal III-2021.
Sementara dari kripto yang menguat, koin digital solana menjadi yang paling 'cuan' di kuartal III-2021 yakni meroket hingga mencapai 321,69%. Sedangkan penguatan paling minor dibukukan oleh bitcoin yang melesat 29,71% pada kuartal III-2021.
![]() |
Pada awal kuartal III-2021, yakni tepatnya pada bulan Juli lalu, kripto sempat kembali pulih sebelum kejatuhannya pada kuartal II-2021 lalu. Namun menjelang akhir Agustus hingga September, kripto cenderung volatil di mana puncaknya pada September, kripto sempat kembali ambruk.
Bulan September juga menjadi bulan ditakuti oleh investor di kripto, seperti layaknya pasar saham yang juga serupa di bulan September, jika dilihat dari historisnya. Fenomena jatuhnya pasar saham dan kripto di bulan September dikenal dengan September effect.
Ini bukan kali pertamanya cryptocurrency berjatuhan di bulan September. Tren bearish di pasar kripto pada September telah diamati selama empat tahun terakhir.
Namun, beberapa analis mengamati bahwa September effect di kriptosudah jauh berkurang selama beberapa tahun terakhir.
Jatuhnya harga kripto juga sejalan dengan pemulihannya pada akhir Juli hingga awal Agustus lalu, di mana hal ini dinilai wajar karena suatu aset investasi perlu waktu untuk rehat sejenak setelah sempat melesat cukup tinggi.
Pada September tahun ini, sentimen negatif datang dari krisis likuiditas perusahaan properti terbesar kedua di China, yakni Evergrande Group, di mana dampak dari krisis tersebut membuat pasar aset berisiko seperti saham dan kripto berjatuhan pada pertengahan September.
Seperti diketahui, Evergrande terbebani utang lebih dari US$ 300 miliar atau setara Rp 4.290 triliun, dan hingga saat ini masih terus berjuang untuk mengumpulkan dana.
Permasalahan Evergrande muncul ke permukaan setelah adanya dua kali peringatan pada awal September akan kemungkinan gagal bayar (default) utangnya.
Evergrande pun telah melewatkan satu pembayaran kupon obligasi senilai US$ 83,5 juta pada pekan lalu. Kupon obligasi itu merupakan bagian dari utang luar negerinya yang akan jatuh tempo pada Maret 2022 dan bernilai US$ 2 miliar atau Rp 29 triliun.
Selain karena masalah keuangan Evergrande, pemerintah China yang kembali mempertegas sikap kerasnya terhadap industri kripto juga sempat membebani pergerakan kripto pada awal pekan terakhir di September.
China resmi menganggap bahwa aktivitas terkait kripto adalah ilegal, baik transaksi maupun penambangan.
Bahkan, makin kerasnya China terhadap industri kripto membuat dua perusahaan pertukaran kripto bergengsi di dunia, yakni Huobi dan Binance resmi menghentikan pendaftaran baru dan akan menghentikan kontrak eksisting dengan nasabah di China.
Selain itu, perusahaan penambangan Ethereum di China, SparkPool mengatakan pihaknya berencana untuk menangguhkan layanan untuk semua penggunanya pada 30 September mendatang.
Pada Jumat (24/9/2021), bank sentral China mengeluarkan pernyataan keras yang menyatakan semua aktivitas keuangan yang berkaitan dengan uang kripto adalah ilegal.
Mereka akan memantau transaksi ini dan melakukan penyelidikan pada bursa luar negeri yang menawarkan uang kripto kepada warga China Daratan.
Selain itu, pemerintah China juga melarang bank dan lembaga keuangan lainnya menawarkan layanan yang terkait dengan kripto, termasuk transaksi fiat ke mata uang kripto, atau dari satu kripto ke kripto lainnya.
Langkah tersebut kemungkinan akan menargetkan layanan over-the-counter (OTC) yang memungkinkan orang China untuk menukar fiat China yuan (CNY) mereka menjadi aset kripto untuk berpartisipasi dalam perdagangan kripto.
Bank sentral China juga melarang bursa penukaran kripto luar negeri mempekerjakan warga lokal untuk aktivitas pemasaran hingga penyelesaian pembayaran dan teknologi.
Namun, langkah pemerintah China ini tidak hanya baru ini dilakukan, China sudah berulang kali melakukan hal serupa selama beberapa tahun terakhir.
Pada 2017 silam, China memerintahkan bursa penukaran kripto lokal untuk menghentikan aktvitasnya di China. Hal ini memaksa Huobi dan Binance membuka layanan di negara yang lebih bersahabat pada kripto seperti Singapura dan Malta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Kripto Masih Kayak Gini, Susah Bikin Kaya Lagi