
Mayoritas Bursa Asia Menguat, IHSG Meroket 2% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia berhasil ditutup menghijau pada perdagangan Kamis (30/9/2021), meskipun sentimen negatif masih cenderung hadir di pasar keuangan Asia pada hari ini.
Indeks Shanghai Composite China ditutup melesat 0,9% ke level 3.568,17, Straits Times Singapura menguat 0,4% ke 3.086,7, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,28% ke 3.068,82, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir meroket 2,02% ke posisi 6.286,94.
Sementara untuk indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,31% ke level 29.452,66 dan Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,36% ke 24.575,64.
Indeks Shanghai China berhasil ditutup melesat, meskipun data aktivitas manufaktur periode September tercatat variatif, di mana data manufaktur versi Biro Statistik Nasional (National Bureau Statistic/NBS) China dan Caixin/Markit tercatat berbeda.
NBS melaporkan data aktivitas manufaktur China yang tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode September 2021 mengalami kontraksi ke angka 49,6, dari sebelumnya pada Agustus lalu di angka 50,1.
Namun, PMI manufaktur China versi Caixin/Markit periode September 2021 menunjukkan ekspansi menjadi 50, dari sebelumnya pada Agustus lalu di angka 49,2
Data PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
Sebelumnya, analis dalam polling Reuters memperkirakan PMI manufaktur China akan tetap stabil di 50,1, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Namun nyatanya, angka tersebut meleset dari perkiraan pasar sebelumnya.
Meskipun bervariasi, namun secara garis besar, PMI manufaktur Negeri Tirai Bambu sudah mengalami penurunan dalam 6 bulan beruntun, kali terakhir mencatat kenaikan pada Maret lalu, dengan angka indeks saat itu sebesar 51,9.
Ekonomi China sempat pulih dengan cepat dari kemerosotan yang disebabkan oleh pandemi virus corona (Covid-19) tahun lalu. Namun momentum tersebut telah melemah dalam beberapa bulan terakhir, karena sektor manufaktur China dilanda oleh kenaikan biaya, masalah produksi, dan krisis listrik.
Meningkatnya kembali kasus Covid-19 di puluhan kota di China selama musim panas lalu juga turut mengganggu sektor manufaktur dan jasa, meskipun pada akhirnya mulai bangkit kembali ketika wabah mulai mereda.
Sementara itu, kekhawatiran pasar di Asia mulai mereda setelah manajemen Evergrande mengatakan bahwa pihaknya telah membayar sekitar 10% dari produk manajemen kekayaan (wealth management products/WMP) yang jatuh tempo pada hari ini, 30 September.
"Pembayaran telah dilakukan pada hari ini dan dana yang terkait telah dikirim ke akun investor," kata Evergrande dalam siaran persnya melalui website-nya.
Evergrande sama seperti dengan perusahaan konglomerat properti lainnya yang mempunyai utang cukup besar, mengeluarkan WMP dengan imbal hasil tinggi kepada investor. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembatasan pinjaman pemerintah China.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), kontrak berjangka (futures) indeks saham AS terpantau menguat tipis, setelah kemarin investor melakukan aksi jual atas saham-saham teknologi di AS.
Pemicunya adalah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang sempat melonjak ke level 1,56%. Namun pada hari ini, yield seri obligasi yang menjadi acuan pasar tersebut kembali melandai ke level 1,52%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
