
Harga Minyak Dunia Naik Terus, BBM Bakal Ngikut?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia bergerak naik sepanjang tahun ini. Dari awal tahun hingga saat ini tercatat harga minyak dunia acuan Brent sudah naik 53%. Bahkan harga minyak sempat menyentuh US$ 80/barel, tertinggi dalam tiga tahun terakhir, pada perdagangan Selasa kemarin.
Bagi negara produsen kenaikan harga minyak memberikan keuntungan, tapi akan berat bagi negara importir minyak. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah kenaikan harga minyak membuat Indonesia untung atau malah buntung?
Indonesia adalah eksportir sekaligus importir minyak. Berdasarkan data BPS, nilai ekspor minyak Indonesia pada Agustus 2021 sebesar US$ 322,8 juta dengan rincian US$ 115,4 juta minyak mentah dan US$ 207,4 juta hasil minyak.
Sementara itu nilai impor minyak Indonesia pada Agustus 2021 sebesar US$ 7.740,6 juta dengan rincian US$ 2,449,1 juta minyak mentah dan US$ 5.291,5 juta hasil minyak.
Kenaikan harga sepanjang tahun 2021 mendongkrak nilai ekspor dan impor minyak Indonesia dibanding tahun 2020. Ekspor minyak mentah periode Januari-Agustus 2021 naik 346,41% cumulative-to-cumulative (coc) menjadi US$ 2.347,4 juta. Nilai ekspor hasil minyak naik 14,02% coc menjadi US$ 1.148,1 juta.
Hal yang sama juga terjadi pada nilai impor minyak Indonesia. Impor minyak mentah periode Januari-Agustus 2021 naik 86,43% coc menjadi US$ 4.565,7 juta. Nilai impor hasil minyak naik 58,11% coc menjadi US$ 8.366,5 juta.
Sebagai informasi, contoh produk hasil minyak yaitu LPG, avtur, bensin, minyak tanah, solar, dan aspal.
Melihat data dari BPS tersebut lebih tepat mengatakan bahwa Indonesia negara konsumen minyak dibanding produsen. Sehingga lonjakan harga minyak dunia bisa buat Indonesia jadi 'buntung'.
Gawatnya, harga BBM juga bisa ikutan naik karena harga minyak dunia yang meroket. Apalagi kalau dilihat jumlah impor hasil minyak Indonesia lebih tinggi ketimbang minyak mentah.
"Sebagai net importir, kenaikan harga minyak dunia bukan menguntungkan, tapi justru merugikan Indonesia. Iya (harga BBM bisa naik)," kata Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), saat diwawancara detikcom, Rabu (29/9/2021).
Lonjakan harga minyak ini membuat sejumlah badan usaha pengecer bahan bakar minyak (BBM) seperti Shell Indonesia dan Vivo menaikkan harga BBM non subsidi untuk jenis bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) 90, 92, 95, hingga diesel non subsidi sejak April 2021.
Adapun kenaikan harga mencapai sekitar Rp 675 sampai lebih dari Rp 1.000 per liter, dibandingkan harga pada Maret 2021. Untuk bensin RON 90 atau Shell Regular, Shell mematok harga Rp 10.520 per liter, naik dari sebelumnya Rp 9.500 per liter dan RON 92 Shell Super Rp 10.580 per liter, naik Rp 1.020 per liter dari sebelumnya Rp 9.560 per liter.
Sementara Vivo mematok RON 90 atau Revvo 90 seharga Rp 9.750 per liter, naik Rp 675 per liter dari sebelumnya Rp 9.075 per liter, dan RON 92 (Revvo 92) sebesar Rp 9.800 per liter dari sebelumnya Rp 9.125 per liter.
Sementara itu untuk bensin Pertamina, Pjs SVP Corporate Communications & Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, perseroan terus melakukan analisa dan evaluasi terhadap berbagai faktor yang menjadi komponen penting dalam penentuan harga BBM. Menurutnya opsi menaikkan harga masih terbuka, tapi tergantung dari Peraturan Menteri ESDM nantinya.
"Opsi terbuka yang menyesuaikan dengan peraturan," ujarnya saat ditanya apakah ada rencana menaikkan harga Pertalite dan Pertamax kepada CNBC Indonesia.
Ketika harga BBM naik, harga barang-barang pun jadi naik juga. Pada akhirnya akan menyebabkan inflasi. Namun inflasi yang terjadi bukanlah yang normal dan diinginkan saat ekonomi negara terpukul.
Pasalnya inflasi yang terjadi disebabkan oleh lonjakan harga akibat faktor kenaikan BBM bukan karena meningkatnya permintaan. Alih-alih pulih, malah ekonomi Indonesia makin terperosok karena daya beli masyarakat yang masih rendah kembali tertekan karena harga barang meningkat.
Indonesia ternyata juga mendapatkan 'berkah' dari kenaikan harga minyak mentah yaitu harga batu bara dunia yang ikut melonjak. Batu bara sendiri menjadi salah satu tulang punggung ekspor Indonesia.
Batu bara berkontribusi 10,33% terhadap ekspor nonmigas pada tahun 2021.Berdasarkan data BPS, ekspor batu bara pada periode Januari-Juli 2021 bernilai US$ 11,75 miliar. Angka tersebut naik 32,40% coc dari periode yang sama 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Pangkas Kuota Ekspor BBM, Kenapa?