
Mr Powell Bikin Adem, Rupiah Kembali ke Bawah Rp 14.300/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu memangkas pelemahan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan Kamis (29/9). Kabar buruk datang bertubi-tubi dari Barat, membuat rupiah terpuruk ke atas Rp 14.300/US$.
Tetapi pelaku pasar kini mulai mencerna pernyataan ketua bank sentral AS (The Fed) kemarin, yang membuat laju penguatan dolar AS tertahan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke Rp 14.290/US$. Setelahnya rupiah melemah hingga 0,35% ke Rp 14.320/US$, sebelum berhasil di pangkas.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.295/US$, melemah 0,18% di pasar spot.
Rupiah masih berpeluang terus memangkas pelemahan, melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.322,50 | Rp14.290,8 |
1 Bulan | Rp14.343,00 | Rp14.337,0 |
2 Bulan | Rp14.390,00 | Rp14.386,0 |
3 Bulan | Rp14.434,30 | Rp14.437,0 |
6 Bulan | Rp14.569,80 | Rp14.575,7 |
9 Bulan | Rp146.721,00 | Rp14.718,0 |
1 Tahun | Rp14.836,00 | Rp14.861,0 |
2 Tahun | Rp15.381,30 | Rp15.531,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Kabar buruk datang dari Barat, yield Treasury AS terus menanjak, kemudian bursa saham global sedang mengalami aksi jual.
Posisi rupiah sebagai mata uang emerging market semakin terjepit akibat masalah politik klasik di AS, Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) dan batas utang, yang berisiko membuat pemerintahan AS shutdown hingga default.
Kemudian dari Eropa, sedang mengalami krisis energi, yang diperkirakan bisa berdampak secara global.
Dari semua sentimen buruk tersebut terselip sedikit kabar baik. Ketua The Fed, Jerome Powell, yang memberikan testimoni kemarin menyatakan perekonomian saat ini masih jauh dari target tenaga kerja maksimum.
Artinya, ada kemungkinan suku bunga tidak akan dinaikkan di tahun depan.
"Pada pekan lalu saya mengatakan kami sudah mencapai target untuk memulai tapering. Saya perjelas lagi, dalam pandangan kami, masih jauh untuk mencapai target tenaga kerja maksimum," kata Powell di hadapan Kongres AS.
Artinya, The Fed memang akan melakukan tapering dalam waktu dekat, tetapi untuk menaikkan suku bunga masih menunggu hingga target tenaga kerja maksimum tercapai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
