Bersiap Hadapi Tapering, Rupiah Melemah Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 September 2021 15:39
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Pergerakan rupiah hari ini juga cukup tipis, mengindikasikan pelaku pasar menanti detail mengenai tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,04% ke Rp 14.230/US$, setelahnya rupiah berbalik melemah juga dengan persentase yang sama ke Rp 14.240/US$. Rupiah cukup lama bolak balik antara penguatan dan pelemahan, sebelum menyentuh Rp 14.250/US$ yang menjadi level terlemah pada hari ini.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.240/US$, melemah 0,04% di pasar spot.

Pergerakan tersebut memberikan gambaran pelaku pasar mulai mengatur ulang posisinya di pasar, sebab pengumuman kebijakan moneter The Fed besok bisa memberikan dampak signifikan. Menariknya hingga saat ini pelaku pasar masih belum terlihat condong kemana, ke penguatan dolar AS atau pelemahan.

Sementara itu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, saat mengumumkan kebijakan moneter kemarin meyakini tapering tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap pasar keuangan. Dampaknya tentu ada, tetapi tidak sebesar taper tantrum 2013-2015.

"Insya Allah dengan berbagai asesmen, kondisi ekonomi, dan pengalaman yang kami lakukan, dampak tapering The Fed bisa diantisipasi secara baik dan lebih rendah dibandingkan taper tantrum pada 2013," tegas Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode September 2021, Selasa (21/9).

Menurut Perry, ada tiga alasan. Satu, The Federal Reserve/The Fed melakukan komunikasi yang baik kepada investor, media massa, dan masyarakat.
Dengan komunikasi yang baik, lanjut Perry, pasar pun tidak 'meledak-ledak'.

Dua, BI menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk melakukan stabilisasi di pasar. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI tetap menjalankan intervensi di tiga pasar (triple intervention) yaitu di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN).

Tiga, tambah Perry, ketahanan ekonomi domestik sudah jauh lebih baik. Defisit transaksi berjalan (current account deficit) relatif sehat di 0,6-1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan 2018 yang di atas 3% PDB. Kemudian cadangan devisa mencapai lebih dari US$ 144 miliar.

"Insya Allah dengan memantau secara tepat, kita lebih tahan dan mampu mengantisipasi kebijakan moneter dari The Fed," ujar Perry.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tidak Hanya Tapering, Pasar Juga Lihat Dot Plot

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Tidak hanya masalah tapering, bank sentral pimpinan Jerome Powell ini juga akan memberikan proyeksi terbaru suku bunga atau yang disebut dot plot.

Sebelumnya, dot plot The Fed mengindikasikan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023 dan sebanyak dua kali. Perubahan, dari proyeksi tersebut juga akan memberikan dampak ke pergerakan rupiah.

The Fed pimpinan Jerome Powell besok dini hari diperkirakan akan menyinggung tapering serta memberikan proyeksi suku bunga ke depannya, atau yang dikenal dengan dot plot.

Tapering akan menjadi perhatian pertama, pelaku pasar melihat akan mulai dilakukan di bulan November atau Desember. Tetapi, masih muncul keraguan akibat buruknya data tenaga kerja, serta inflasi yang melambat. Selain itu, seberapa agresif tapering atau seberapa besar yang akan dipangkas dari nilai saat ini US$ 120 miliar/bulan juga akan menentukan pergerakan dolar AS.

"Saya pikir mereka akan menunjukkan sudah mendiskusikan tapering. Saya tidak berfikir akan ada banyak detail. Saya pikir mereka akan memberikan framework dimana mereka bisa mulai melakukan tapering di bulan November atau Desember," kata kepala investasi di BlackRock, Rick Rieder, sebagaimana dilansir CNBC International.

Rieder memperkirakan saat tapering dilakukan The Fed akan memangkas US$ 10 miliar pembelian obligasi (Treasury) dan US$ 5 miliar pembelian efek beragun aset KPR. Dari total US$ 120 miliar/bulan saat ini, The Fed membeli Treasury sebesar US$ 80 miliar/bulan dan efek beragun aset KPR US$ 40 miliar/bulan.

Sementara itu kepala strategi multi aset di Columbia Threadneedle, Anwiti Bahuguna, mengatakan tapering kemungkinan tidak akan menggerakkan pasar, tetapi proyeksi suku bunga.

"Fokus pasar akan tertuju pada proyeksi suku bunga The Fed dalam dot plot," katanya.

Dalam dot plot sebelumnya The Fed memproyeksikan suku bunga baru akan naik di tahun 2023 dan sebanyak dua kali. Perubahan proyeksi tersebut akan berdampak signifikan ke pergerakan pasar.

"Jika kita melihat dua atau tiga anggota The Fed yang merubah pikiran mereka, itu akan menjadi kejutan yang hawkish (suku bunga naik lebih cepat). Tidak mungkin The Fed menghilangkan dot plot, jadi risiko yang ada saat ini adalah lebih banyak anggota The Fed yang melihat kenaikan suku bunga di 2022 daripada di 2023," kata Bahuguna.

Jika itu terjadi, pasar akan semakin yakin suku bunga bisa naik di tahun depan, dan dolar AS bisa perkasa, rupiah harap waspada.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular