
Bursa Asia Ditutup Berjatuhan Lagi, Cuma STI yang Selamat

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia kembali ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis (15/9/2021), di tengah banyaknya sentimen negatif yang hadir di pasar keuangan Asia pada hari ini, di mana mayoritas terjadi di China.
Hanya indeks Straits Times Singapura yang mampu bertahan di zona hijau pada hari ini. Indeks saham Negeri Singa tersebut ditutup menguat 0,19% ke level 3.064,54.
Sementara sisanya kembali ditutup melemah pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,62% ke level 30.323,34, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,46% ke 24.667,85, Shanghai Composite China ambles 1,34% ke 3.607,09, KOSPI Korea Selatan merosot 0,74% ke 3.130,09, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung stagnan di level 6.109,94.
Indeks Hang Seng dan Shanghai memimpin pelemahan bursa Asia pada hari ini, setelah ambruknya saham-saham perjudian merespons pengetatan kebijakan pemerintah China terhadap sektor hura-hura tersebut.
Saham Wynn Macau di Hong Kong ambles 4,69%, sedangkan saham Sands China anjlok hingga 7,96% dan Melco International Development melemah 0,76%. Pergerakan tersebut dimulai pada perdagangan Rabu (15/9/2021) kemarin, di saham sektor kasino disaat Macao memulai konsultasi game publiknya.
Di lain sisi, kabar dari perusahaan raksasa properti China, China Evergrande Group yang terancam gagal bayar (default) utang perusahaannya juga menjadi sentimen negatif dan memperberat indeks Hang Seng dan Shanghai pada hari ini.
Saham China Evergrande kembali ambles pada hari ini, yakni ambles hingga 6,4% ke posisi HK$ 2,63/unit dan menyentuh level terendahnya sejak 2011, karena krisis likuiditas yang masih terjadi pada hari ini.
Hal ini membuat unit utama perusahaan, Hengda Real Estate Group Co Ltd menangguhkan perdagangan obligasi korporasi dalam negerinya menyusul penurunan peringkat utangnya dari dua lembaga pemeringkat international, yakni Fitch Ratings dan S&P.
Investor kemudian bergegas untuk menjual saham properti lainnya, setelah Goldman Sachs memperingatkan krisis Evergrande dapat menimbulkan risiko yang besar ke sektor properti China yang lebih luas.
Sub-indeks properti Hong Kong merosot lebih dari 3%. Sedangkan saham properti lainya seperti Sunac China Holdings terjatuh hingga 11,3%, sementara saingannya yakni saham Country Garden merosot 7,2%.
Sementara itu, investor di Asia juga merespons negatif dari data penjualan ritel China periode Agustus yang kembali melambat.
Pada Agustus 2021, produksi industri China tumbuh 5,3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 6,4% sekaligus menjadi yang terlemah sejak Juli 2020.
Sementara pengeluaran konsumen pada Agustus 2021 naik 2,5% (yoy). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 7% (yoy) dan menjadi yang terendah sejak Agustus 2020.
"Laju perekonomian melambat pada Agustus, konsumsi terpukul dan investasi masih lemah. Sementara itu, virus corna kembali menyebar di Fujian dan sejumlah wilayah lain sehingga menjadi risiko bagi pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV," kata Louis Kuijs, Head of Asia Ecnomics di Oxford Economics, seperti diberitakan Reuters.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), kontrak berjangka (futures) indeks saham AS melemah tipis di sesi awal pra-perdagangan Kamis hari ini setelah indeks S&P 500 pada Rabu kemarin berbalik menguat dan berupaya melawan tren sepanjang September.
Data klaim tunjangan pengangguran AS akan dipantau pasar, di mana ekonom dalam polling Dow Jones memperkirakan akan ada 320.000 warga Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran di pekan yang berakhir pada 11 September.
Investor beberapa hari ini cenderung reaktif terhadap data inflasi AS yang melemah, yang menekan ekspektasi akan dilakukannya tapering (pengurangan pembelian aset di pasar) dalam waktu dekat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
