Pagi Garang, Siang Nyaris Tumbang! Ada Apa Rupiah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah langsung melesat 0,42% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Kamis (16/9). Tetapi semakin siang, penguatan rupiah malah semakin terpangkas.
Pada pukul 12:00 WIB, penguatan rupiah hanya tersisa 0,04% saja di Rp 14.235/US$, melansir data Refinitiv. Penguatan yang tersisa kurang dari 0,1% tersebut tentunya nyaris membuat rupiah berbalik tumbang.
Namun, di sisa perdagangan hari ini rupiah terlihat masih akan mampu mempertahankan penguatan, bahkan tidak menutup kemungkinan kembali menyentuh Rp 14.200/US$. Hal tersebut terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang sedikit lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.226,50 | Rp14.220,2 |
1 Bulan | Rp14.239,00 | Rp14.247,0 |
2 Bulan | Rp14.284,00 | Rp14.292,0 |
3 Bulan | Rp14.325,00 | Rp14.333,0 |
6 Bulan | Rp14.457,00 | Rp14.465,0 |
9 Bulan | Rp14.600,00 | Rp14.608,0 |
1 Tahun | Rp14.784,00 | Rp14.771,7 |
2 Tahun | Rp15.418,00 | Rp15.415,6 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Di awal perdagangan hari ini rupiah langsung mampu melesat sebab dolar AS sedang terpuruk. Kemarin, indeks dolar AS sempat menguat, tetapi di akhir perdagangan justru melemah 0,08%, dan berlanjut 0,1% pagi tadi. Sebabnya, tanda-tanda pelambatan ekonomi di AS semakin nyata pasar rilis data inflasi yang melambat.
"Kenyataannya tidak ada panduan selain dengan indikator ekonomi yang buruk, yang berarti pemulihan dari pandemi melambat lebih dalam ketimbang ekspektasi akibat corona delta," kata Juan Perez, ahli strategi mata uang di Tempus Inc, di Washington, sebagaimana dilansir CNBC International.
Meski dolar AS sedang tertekan, tetapi penguatan tajam rupiah apalagi sampai ke bawah Rp 14.200/US$ tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) atau pun pending order, sebab status rupiah sebagai mata uang emerging market.
Seandainya benar perekonomian AS melambat, maka perekonomian global bisa terseret juga, saat itu terjadi mata uang emerging market menjadi tidak diuntungkan. Justru dolar AS yang akan menjadi incaran pelaku pasar karena menyandang status safe haven.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)