Ada Tanda-tanda Bangkit, Mayoritas Bursa Asia Hijau

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
14 September 2021 08:38
Passersby are reflected on an electronic board showing the exchange rates between the Japanese yen and the U.S. dollar, the yen against the euro, the yen against the Australian dollar, Dow Jones Industrial Average and other market indices outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019.   REUTERS/Issei Kato
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia dibuka menguat pada perdagangan Selasa (14/9/2021), di tengah sikap investor yang sedang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) dari sisi harga konsumen periode Agustus 2021.

Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,3%, Hang Seng Hong Kong bertambah 0,22%, Straits Times Singapura tumbuh 0,54%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,52%.

Sementara untuk indeks Shanghai Composite China dibuka melemah cenderung tipis yakni 0,17% pada perdagangan pagi hari ini.

Pasar saham Asia cenderung mengikuti pergerakan bursa saham AS yang secara mayoritas ditutup menguat pada perdagangan Senin (13/9/2021) waktu setempat atau dini hari tadi waktu Indonesia.

Beralih ke Wall Street (AS), tiga indeks utama di bursa saham Negeri Paman Sam ditutup beragam, di mana Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 akhirnya berhasil menguat, namun untuk Nasdaq Composite masih melemah.

Dow Jones ditutup melesat 0,76% ke level 34.869,63 dan S&P 500 menguat 0,23% ke 4.468,73. Sedangkan untuk Nasdaq berakhir melemah tipis 0,07% ke level 15.105,58.

Sejatinya, investor di Wall Street belum berani terlalu agresif. Pasalnya, pelaku pasar masih menunggu rilis data inflasi AS dari sisi harga konsumen (indeks harga konsumen/IKK) periode Agustus 2021 yang diumumkan malam ini waktu Indonesia.

Sebagai pemanasan, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang New York merilis data ekspektasi inflasi periode Agustus 2021 untuk setahun ke depan yang sebesar 5,2%.

Ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah modern AS. Sementara ekspektasi inflasi untuk jangka tiga tahun ke depan naik 0,3 poin persentase dari bulan sebelumnya menjadi 4%, juga merupaka rekor tertinggi.

Tekanan inflasi yang semakin nyata membuat investor makin yakin bahwa The Fed akan segera memulai proses pengetatan kebijakan moneter alias tapering off.

Hal ini akan dilakukan dengan mengurangi pembelian surat berharga (quantitative easing/QE) yang sekarang bernilai US$ 120 miliar per bulan. Pada saatnya nanti, suku bunga acuan akan dinaikkan dari posisi saat ini yang dekat dengan 0%.

"Investor mulai berpikir mengenai masa depan ekonomi usai pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Ini membuat pelaku pasar mengalihkan portofolio dari aset berisiko seperti saham dan mengalihkannya ke aset aman seperti obligasi," kata Vivek Paul, Senior Portfolio Strategist di BlackRock Investment Institute, seperti dikutip dari Reuters.

Pada pukul 02:33 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 1,3241%, turun 18,6 basis poin (bp). Menurunnya yield obligasi menandakan bahwa harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular