Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas di PT Pegadaian (Persero) naik pada perdagangan hari ini. Baik harga beli maupun harga jual sama-sama menguat.
Pada Sabtu (11/9/2021), harga jual emas di Pegadaian tercatat Rp 872.000/gram. Naik Rp 1.000 dari hari sebelumnya.
Sementara harga beli ada di Rp 845.000/gram. Juga naik Rp 1.000.
Namun secara mingguan, harga emas di Pegadaian turun. Harga beli dan harga jual berkurang masing-masing Rp 1.000.
Berikut perkembangan harga emas di Pegadaian selengkapnya:
Halaman Selanjutnya --> Harga Emas Dunia Rontok
Harga emas di Pegadaian tidak lepas dari perkembangan harga emas dunia. Secara mingguan, harga emas ambles 2,11% secara point-to-point.
Koreksi harga emas tidak lepas dari keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS). Dua aset ini memang punya hubungan yang berbanding terbalik.
Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, maka emas menjadi lebih mahal buat investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas turun, harga pun mengikuti.
Mata uang Negeri Adikuasa memang sedang perkasa. Pekan ini, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,66% secara point-to-point.
Keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam dilatarbelakangi oleh makin kuatnya aura pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Sebab, sejumlah data mengindikasikan bahwa perekonomian AS bergerak semakin cepat.
Pada pekan yang berakhir 3 September 2021, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran turun 35.000 menjadi 310.000. Lebih dalam ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 335.000 dan menjadi yang terendah sejak masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Kemudian pada Agustus 2021, inflasi di level produsen (Producers' Price Index/PPI) pada Agustus 2021 mencapai 8,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 8,2% sekalgus menjadi laju tercepat sejak November 2010.
Data ini menggambarkan bahwa ekonomi Negeri Adidaya sudah bisa berlari kencang. Artinya, mungkin 'tuntunan' dari The Fed sudah bisa mulai dikurangi.
Sejak masa pandemi, The Fed 'mengguyur' likuiditas di perekonomian melalui quantitative easing senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga acuan pun dipangkas habis-habisan hingga mendekati 0%.
"Dalam rapat The Fed mendatang, sepertinya akan terjadi perdebatan sengit mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Namun kalau para pembuat kebijakan di The Fed mengacu kepada data terkini, mereka akan menyadari bahwa mungkin sekarang sudah masuk ke kriteria kenaikan suku bunga acuan, bukan sekadar mengurangi quantitative easing," papar Chris Rupkey, Ekonom FWDBONDS yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Saat quantitative easing dikurangi, maka pasokan dolar AS tidak akan lagi sederas sekarang. Mata uang bersifat seperti barang, pasokan yang menipis akan mendongrak harga.
Sedangkan kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengatrol imbalan investasi aset berbasis dolar AS, terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini tentu akan meningkatkan minat terhadap dolar AS karena ada iming-iming cuan gede. Ditambah dengan pasokan yang berkurang, peningkatan permintaan hasilnya tentu kenaikan harga.
TIM RISET CNBC INDONESIA