Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah kenaikan tipis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terdapat 5 saham yang berhasil mencatatkan kenaikan lebih dari 250% secara year to date (ytd). Pendorong utama kenaikan saham-saham tersebut tampaknya lebih didasarkan pada sentimen pasar soal konsep new economy, tapi tidak serta-merta diikuti oleh fundamental yang solid.
Berikut ini 5 saham dengan nilai kenaikan tertinggi secara ytd.
Multipolar (MLPL), saham +653,52%, ke Rp 535/saham, transaksi Rp 14,5 T
Bank MNC Internasional (BABP), +608,00%, ke Rp 354/saham, transaksi Rp 21,5 T
Mahaka Radio Integra (MARI), +477,78%, ke Rp 520/saham, transaksi Rp 8,1 T
Bank Neo Commerce (BBYB), +361,07%, ke Rp 1.375/saham, transaksi Rp 14,8 T
Bank Jago (ARTO), +260,38%, ke Rp 13.975/saham, transaksi Rp 31,6 T
Menilik data di atas, dari 5 saham yang diamati, 3 di antaranya termasuk saham emiten bank mini atau bank dengan modal inti di bawah Rp 5 triliun, yakni BABP, BBYB, ARTO.
Sementara, 2 sisanya adalah emiten Grup Lippo MLPL dan emiten radio dan podcast Grup Mahaka MARI.
Saham MLPL menjadi pemuncak 'klasemen' dengan 'meroket' 653,52% ke posisi Rp 535/saham. Kenaikan saham MLPL sejak awal tahun didorong oleh sejumlah sentimen, baik yang langsung berkaitan dengan perusahaan maupun yang berhubungan dengan anak usahanya PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan PT Matahari Department Store (LPPF).
Salah satu sentimen positif utama penggerak saham MLPL adalah ketika raksasa ride-hailing Gojek masuk ke MPPA.
Gojek sendiri masuk ke saham MPPA secara tidak langsung, yakni melalui anak perusahaannya PT Pradipa Darpa Bangsa, pada 26 April 2021 dengan menggenggam 4,76% saham perseroan.
Namun, pihak Multipolar, selaku induk usaha, baru mengungkapkan identitas Gojek sebagai induk Pradipa pada 11 Mei 2021.
Sentimen lainnya, yang masih berhubungan dengan yang pertama adalah kabar resminya sinergi Gojek dan Tokopedia lewat panji Goto pada 17 Mei lalu. Hal tersebut ikut memicu kenaikan harga saham Grup Lippo, termasuk MLPL dan MPPA.
Sementara, terbaru, Multipolar mencatatkan laba bersih Rp 103,86 miliar pada semester I-2021. Kondisi ini membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan masih mengalami rugi bersih Rp 352,33 miliar.
Meski mencatatkan kinerja laba yang positif, pendapatan perusahaan malah tercatat turun tipis (2,38%) menjadi Rp 5,13 triliun dari sebelumnya Rp 5,25 triliun.
Pendapatan terbesar masih disumbang dari penjualan eceran dan distribusi dengan nilai mencapai Rp 3,71 triliun, turun dari semula Rp 3,78 triliun. Pendapatan dari segmen teknologi informasi tercatat tumbuh tipis (3,2%) menjadi Rp 1,18 triliun dari sebelumnya Rp 1,14 triliun.
Sementara, saham BABP, BBYB, dan ARTO berhasil melonjak 'gila-gilaan' terutama tersengat narasi bank digital dan aturan pemenuhan modal inti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Asal tahu saja, menurut Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022.
Saham BABP melambung 608,00%, BBYB melejit 361,07% dan ARTO 'terbang' 260,38% sejak awal tahun.
Sebelumnya, setidaknya sejak awal tahun ini, para investor berspekulasi bahwa sejumlah saham bank mini akan diakuisisi oleh investor strategis dan ditransformasikan menjadi bank digital.
Sejurus dengan itu, harga saham-saham bank bermodal 'cekak' itu turut melambung tinggi hingga beberapa kali Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi (penghentian perdagangan sementara) terhadap saham-saham tersebut.
Setelah sempat melewati masa loyo, saham bank mini sempat kembali bergairah pasca-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan beleid baru soal bank digital pada 19 Agustus lalu, yakni Peraturan bernomor POJK No. 12/POJK.03/2021 yang berisi 19 bab dan 160 pasal.
Salah satu yang diatur dalam POJK bernomor adalah bank digital yang tercantum di Bab IV dalam aturan ini.
Sementara dalam sepekan terakhir, seiring sentimen beleid OJK memudar, saham bank mini kembali diobral investor.
Apabila menilik kinerja fundamental, kenaikan saham-saham bank mini tersebut tidak diikuti dengan rapor keuangan yang oke.
Dari ketiga emiten bank mini, Bank Jago dan Bank Neo Commerce mengalami pertumbuhan pendapatan bunga bersih selama semester I 2021. Sementara, Bank MNC membukukan penurunan pendapatan bunga bersih per paruh pertama tahun ini.
Apabila melihat laba bersih, Bank MNC mengalami penurunan laba bersih secara tahunan. Kemudian, BBYB malah mencetak rugi bersih dari sebelumnya laba bersih. Adapun Bank Jago masih membukukan rugi bersih seperti posisi semester I tahun lalu, tetapi rugi bersih tersebut berhasil terpangkas.
Bank MNC mengalami penurunan laba bersih 6,69% dari Rp 5,13 miliar pada semester I 2020 menjadi Rp 4,78 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Penurunan kinerja laba bersih ini seiring oleh turunnya pendapatan bunga Bank MNC 6,8% yoy, dari Rp 500,04 miliar pada paruh pertama 2020 menjadi Rp 465,86 miliar pada semester I tahun ini.
Selanjutnya, BBYB mencatatkan kerugian Rp 132, 86 miliar pada semester pertama tahun ini. Kondisi ini memburuk dari periode yang sama tahun sebelumnya dimana perusahaan masih mampu meraup laba bersih sejumlah Rp 19,32 miliar.
Kendati mencatatkan rugi, pendapatan bunga BBYB paruh pertama tahun ini malah mengalami kenaikan 27,70% menjadi Rp 300,30 miliar dari posisi Juni 2019 sebesar Rp 235,12 miliar.
Kemudian, ARTO masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 47 miliar pada semester I-2021, turun 8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dengan rugi bersih Rp 50,91 miliar.
Pertumbuhan kredit di semester I mengerek pendapatan bunga Bank Jago sebesar 289% (yoy).
MARI: Kenaikan Saham yang Didorong NOICE
Saham MARI juga berhasil melejit 477,78% ke Rp 520/saham. Saham MARI mulai bangkit dari level gocap atau Rp 50/saham pada pertengahan Desember tahun lalu. Kemudian, saham ini mulai bergerak liar & beberapa kali menjadi top gainers, seperti pada sepanjang Februari, April, dan Juli 2021.T
Pendorong utama kenaikan harga saham MARI sejak awal 2021 adalah adanya suntikan sejumlah modal ventura (venture capital/VC) ke Mahaka Radio seiring dengan dibentuknya perusahaan patungan (joint venture) yang mengelola segmen konten radio digital & podcast milik MARI dengan jenama NOICE.
Sejumlah VC yang menyokong NOICE adalah perusahaan modal ventura raksasa Alpha JWC Ventures dan Kinesys Group. Tercatat portofolio investasi JWC Ventures di Indonesia termasuk Kopi Kenangan dan aplikasi Kredivo.
Selain kedua VC tersebut. pada 20 Mei lalu, Kenangan Fund, sebuah wadah pendanaan dari Kopi Kenangan untuk perusahaan-perusahaan startup Indonesia, ternyata ikut masuk ke MARI.
Hanya saja sayangnya belum disebutkan potensi dana yang akan disuntikkan.
Terbaru, pada Senin (6/9) lalu, MARI mengumumkan masuknya Alpha JWC Ventures dan Go-Ventures, perusahaan investasi milik Gojek.
Pendanaan ini didapatkan dari putaran pendanaan Pra-Seri A yang dilakukan oleh perusahaan.
CEO Mahaka Radio Integra Adrian Syarkawie mengatakan ini merupakan bagian dari strategi penguatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan sebagai penyedia audio konten lewat aplikasi NOICE dan radio lainnya.
Adapun NOICE diluncurkan sejak 2018 dan saat ini memiliki 800.000 pengguna di seluruh Indonesia dan memiliki lebih dari 100 program konten original, termasuk radio dan audiobook.
Hingga kuartal ketiga 2021, NOICE telah mencatat lebih dari 1 miliar menit telah dihabiskan pengguna untuk mendengarkan konten audio di platform NOICE. Saat ini jumlah pengguna NOICE juga mengalami peningkatan sebesar 144% selama satu tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA