Sempat Sentuh Rp 14.170/US$, Rupiah Berakhir Menguat Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 September 2021 15:26
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih belum kendur melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Selasa (7/9/2021) kembali mencatat penguatan, bahkan tidak pernah mencicipi zona merah, dan sempat menembus RP 14.200/US$. 

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,04% di Rp 14.215/US$. Tetapi tidak lama, apresiasi rupiah bertambah hingga 0,35% ke Rp 14.170/US$. Rupiah hari ini masih mentok di level tersebut, menjadi yang terkuat sejak 10 Mei lalu.

Setelahnya penguatan rupiah terus terpangkas. Maklum saja, penguatan belakangan ini sudah cukup tajam sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking). Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.210/US$, menguat tipis 0,07% di pasar spot.

Dengan penguatan tersebut rupiah membukukan penguatan dalam 5 dari 6 perdagangan terakhir.

Dolar AS masih tertekan di awal pekan ini. Terbukti dari pergerakan indeks dolar AS kemarin, sempat menguat tetapi akhirnya menutup perdagangan dengan stagnan. Sebelum kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah melemah dalam 10 dari 11 hari perdagangan.

The greenback semakin tertekan pasca rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan pada Jumat pekan lalu. Data tenaga kerja merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menentukan kapan waktu tapering.

Akibat buruknya data tersebut, ekspektasi tapering baru dilakukan di akhir tahun ini semakin menguat, bahkan tidak menutup kemungkinan di awal tahun depan.

John Briggs, kepala strategi di NatWest mengatakan data tenaga kerja tersebut membuat kemungkinan The Fed batal mengumumkan waktu tapering saat rapat kebijakan moneter bulan ini, tetapi ia masih yakin akan diumumkan di November, dan tapering dilakukan akhir tahun.

"Rilis data tenaga kerja tidak merubah proyeksi pengumuman di November dan tapering di Desember. Rilis data Tenaga kerja selanjutnya di bulan Oktober akan menjadi sangat penting, dan menjadi penentu utama kapan waktu tapering," kata Briggs, sebagaimana dilansir Reuters.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> PPKM Dilonggarkan, Cadev Cetak Rekor

Sementara itu dari dalam negeri, Pemerintah kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tetapi sekali lagi ada pelonggaran lebih lanjut. PPKM Jawa-Bali diperpanjang hingga 13 September mendatang, sementara di luar wilayah tersebut hingga 20 September.

Untuk wilayah Jawa-Bali pelonggaran diberikan di sektor industri jasa restoran dan pariwisata. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali mengatakan tempat wisata di wilayah PPKM Level 3 akan dicoba untuk dibuka kembali, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan implementasi aplikasi 'peduli lindungi.

Selain itu, para pengunjung restoran diperbolehkan makan di tempat dengan waktu 1 jam, dan kapasitas keterisian sebanyak 50%.

Dengan pelonggaran tersebut, aktivitas bisnis tentunya akan semakin bergeliat di bulan September, dan kembali pada jalur pemulihan ekonomi yang tentunya memberikan dampak positif ke pasar finansial.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) pada hari ini cadangan devisa bulan pada akhir Agustus sebesar US$ 144,8 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa, naik US$ 7,5 miliar dari bulan sebelumnya. Rekor cadangan devisa sebelumnya sebesar US$ 138,8 miliar yang dicapai pada bulan April lalu.

idr

"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2021 tercatat sebesar 144,8 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2021 sebesar 137,3 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,1 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," papar keterangan tertulis BI, Selasa (7/9/2021).

Peningkatan cadangan devisa artinya BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah ketika terjadi gejolak.

Menurut BI lonjakan cadangan devisa di bulan Agustus terjadi karena adanya tambahan alokasi Special Drawing Right (SDR) sebesar 4,46 miliar atau setara US$ 6,31 miliar yang diterima oleh Indonesia dari Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF).

SDR merupakan instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh IMF dan dapat digunakan untuk transaksi keuangan negara-negara anggotanya.

Nilai SDR sendiri sendiri merupakan gabungan dari 5 mata uang, yakni dolar AS, euro, yuan China, yen Jepang, dan poundsterling, dengan bobot yang berbeda-beda tentunya. Dolar AS, seperti biasa menjadi yang paling besar bobotnya, disusul euro.

Dalam keterangannya, BI mengatakan Pada 2021, IMF menambah alokasi SDR dan mendistribusikannya kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, secara proporsional sesuai kuota masing-masing. Alokasi SDR tersebut didistribusikan kepada negara-negara anggota IMF tanpa biaya.

IMF hingga saat ini memiliki SDR 660,7 miliar atau setara US$ 943 miliar secara total, melansir situs resmi IMF. Dari total sebesar, sebanyak SDR 456 miliar dialokasikan dan didistribusikasn mulai 23 Agustus lalu. Alokasi dan distribusi tersebut dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah.

IMF menyebut alokasi tersebut ditujukan untuk mendukung cadangan devisa global dalam jangka panjang, serta membantu negara-negara menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Tanpa SDR dari IMF, cadangan devisa Indonesia masih tetap meningkat sekitar US$ 1,2 miliar. Rupiah yang perkasa, dan harga komoditas yang meroket di bulan Agustus juga menopang penambahan cadangan devisa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular