Awas Ketinggalan, BRI Mau Tebar Saham Harga Miring!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 September 2021 11:09
Infografis: Serba-Serbi Rights Issue BRI
Foto: Infografis/Serba-Serbi Rights Issue BRI/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Bank pelat merah dengan laba bersih terbesar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengumumkan jadwal penerbitan saham baru (rights issue). Harganya, diskon!

Aksi korporasi rights issue tersebut merupakan bagian dari pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN Ultra Mikro yang sudah mendapatkan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2021.

Dengan rights issue, perseroan menerbitkan saham baru di mana pemegang saham lama berhak mengeksekusi haknya (rights) untuk membeli saham baru tersebut, guna mempertahankan kepemilikannya agar tidak terdilusi. Hal ini berlaku untuk pemegang saham pengendali di BRI-yakni pemerintah-maupun pemegang saham publik.

Pemerintah akan mengeksekusi rights-nya dengan mentransfer 99% saham seri B di PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Pegadaian sekaligus. Usai aksi korporasi tersebut, kepemilikan saham pemerintah di BRI terjaga, tetapi kepemilikan di PNM dan Pegadaian menjadi hanya 1% (saham seri A) karena BRI memegang 99% sisanya.

Bagi publik, mereka harus merogoh kocek ekstra. Berdasarkan prospektus rights issue yang dirilis kemarin, setiap pemegang 1 miliar saham berkode BBRI disebutkan berhak mendapatkan 230.128.553 hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) yang dapat ditukarkan menjadi 1 saham BBRI di harga Rp 3.400/unit.

Pengumuman itulah yang dinanti-nanti investor publik, karena mereka ingin tahu apakah aksi korporasi BRI ini akan menjadi pemanis bagi mereka guna mengempit saham di bank yang berdiri di Purwokerto tahun 1895 ini, ataukah menjadi pil pahit karena harganya yang mahal dan membebani mereka.

Nah, mengacu pada harga pelaksanaan sebesar Rp 3.400, maka jawabannya jelas. Investor saat ini lagi diberikan diskon, karena harga tebus tersebut lebih murah jika dibandingkan harga saham BBRI pada penutupan perdagangan Senin (6/9/2021) terpantau berada di harga Rp 3.850 per saham.

Bahkan jika dibandingkan dengan rerata harga saham bank BRI dalam setahun terakhir yang berada di angka Rp 4.053/saham, harga tebus rights saham berkode BBRI tersebut terhitung jauh lebih murah karena masih diskon 16%.

Ini membuka peluang bagi investor publik untuk menjalankan prinsip ekonomi, yakni mengeluarkan modal seperlunya, untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya. Modal yang dikeluarkan tidak hanya bakal mendapatkan saham BRI tetapi secara tidak langsung juga memiliki saham dua BUMN, yakni PNM dan Pegadaian.

Tak hanya berpotensi menambah saham BBRI di harga murah, Tim Riset CNBC Indonesia melihat ada banyak potensi yang belum banyak terungkap dari aksi korporasi bank beraset Rp 1.500 triliun, atau yang terbesar di Indonesia ini.

Pertama, dari sisi valuasi. Pasca rights issue, harga tebus BBRI berada di atas nilai buku per sahamnya maka nilai buku BBRI akan melesat kencang sehingga valuasinya dengan menggunakan metrik rasio harga terhadap nilai buku (price to book value/PBV) berpeluang semakin murah.

Kondisi tersebut berpotensi mendorong investor terus mengakumulasi saham perseroan bahkan setelah rights issue tuntas, karena PBV yang rendah tentunya membuat harga saham perseroan secara teoritis menjadi murah dan layak untuk mendapatkan potensi kenaikan (potential upside).

Memang belum diketahui seberapa besar nilai buku BBRI akan naik karena angka ini tentunya akan sangat bergantung pada kesuksesan pengumpulan dana. Akan tetapi jika seluruh HMETD berhasil diserap oleh pasar, maka nilai buku BBRI akan terbang dari angka Rp 1.597/unit menjadi Rp 1.933/unit.

Hal ini akan menyebabkan valuasinya semakin murah yakni dari PBV sebesar 2,44 kali menjadi 2,01 kali. Dengan asumsi valuasi pasar untuk saham BBRI yang sama di angka 2,44 kali, saham BBRI secara teoritis berpeluang melesat 21,33% pasca rights issue ke level Rp 4.720/unit.

Selain itu, aksi korporasi rights issue dalam bentuk inbreng (penyertaan aset) saham PNM dan Pegadaian juga ditawarkan dengan valuasi yang cukup murah. Pasalnya, kedua perseroan tersebut diinbrengkan dengan nilai wajar PBV rata-rata 1,8 kali.

qSumber: Perseroan

Ini artinya para investor publik secara tidak langsung diberi kesempatan untuk "membeli" PNM dan Pegadaian di harga yang cenderung murah. Ketika mereka mengekusi rights-nya, maka mereka tak hanya memiliki saham BRI melainkan juga saham PNM dan Pegadaian. Ibarat sekali merengkuh dayung, tiga pulau terlewati.

Terakhir dan yang terpenting adalah dana hasil aksi korporasi ini digunakan untuk berekspansi. Aksi korporasi ini memiliki nilai strategis karena memungkinkan BRI menggarap pasar ultra mikro (bernilai kredit Rp 5 jutaan/nasabah) yang bank manapun di Republik ini tak mampu garap.

Menurut kajian perseroan, pasar ultra mikro jumlahnya mencapai 45 juta klien atau nasabah. Namun sayang, yang baru tergarap oleh perbankan hanyalah 15 juta, sementara lembaga non-formal menggarap 12 juta. Sebanyak 18 juta belum tergarap sama sekali.

Secara operasional, konsolidasi BRI dengan PNM dan Pegadaian akan menciptakan kolam data pelaku ekonomi informal yang akan sangat bermanfaat ketika perseroan mengembangkan layanan digital yang berbasis big data di masa mendatang.

Pembentukan ekosistem merupakan sumber pertumbuhan baru. Bagi PNM dan Pegadaian menurunkan cost of finance, sharing kantor meningkatkan efisiensi, meningkatkan inklusi dan literasi layanan gadai.

Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, aksi korporasi tersebut juga akan melambungkan aset BBRI. Per kuartal II-2021, aset BBRI tercatat sebesar Rp 1.451 triliun dan nantinya pascaaksi korporasi aset BBRI berpotensi melejit ke angka Rp 1.555 triliun atau naik sebesar 7,16%.

Itu merupakan rekor nilai aset terbesar tidak hanya dalam sejarah perseroan, melainkan juga sejarah republik ini. Angka tersebut bahkan belum memasukkkan potensi dana segar yang dihimpun dari investor publik, yang juga akan meningkatkan aset BBRI.

Selanjutnya setelah aksi korporasi ini, kami memperkirakan laba bersih perseroan bakal meningkat dari posisi kuartal II-2021 yang sebesar Rp 12,5 triliun, menjadi Rp 14,5 triliun atau melesat 16%.

Angka ini belum memperhitungkan potensi sinergi antara ketiganya. Dalam publikasi yang diterbitkan oleh perusahaan, ada minimal empat potensi sinergi yang bisa dijalankan untuk menggenjot kinerja perusahaan pelat merah tersebut.

qSumber: Perseroan

Oleh karenanya, tak berlebihan jika nasabah BBRI bakal melejit usai konsolidasi tersebut. Per Juni 2021, BRI memiliki 120 juta nasabah tabungan dan 13 juta nasabah pinjaman. Angka itu bakal bertambah sebanyak 17 juta nasabah Pegadaian, dan 9 juta nasabah PNM.

Dalam perhitungan kasar (dengan mengasumsikan tidak ada nasabah ganda di ketiganya), BRI akan memiliki 159 juta nasabah atau meningkat 19,5%. Namun dalam proyeksi konservatif, jumlah nasabah akan meningkat setidaknya 14 juta nasabah.

Yang menarik tentu saja adalah memantau bagaimana BRI bakal menggarap pasar ultra mikro, karena melayani nasabah yang terpencar di pelosok-pelosok daerah secara bersamaan tentu saja butuh proses dan biaya yang besar.

Pada titik inilah semboyan BRI: Go Smaller, Go Shorter, Go Faster dan Go Cheaper benar-benar diuji.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rights Issue, Sucor Sekuritas Targetkan Harga BBRI di 4.470

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular