Waspada! Ada Sinyal Keruntuhan Pasar Saham, Begini Tandanya

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
03 September 2021 15:30
bursa amerika New York Stock Exchange Wall Street market

Jakarta, CNBC Indonesia - Reli kenaikan saham global tampaknya hampir berakhir, seiring manajer investasi (fund manager) meramal bahwa pasar saham kemungkinan akan mengalami koreksi moderat pada akhir tahun ini. Berkaitan dengan itu, para manajer investasi juga mulai mengurangi porsi saham di portofolio mereka per bulan lalu.

Hal tersebut menjadi kesimpulan dari hasil jajak pendapat Reuters yang dilakukan selama 12-30 Agustus 2021 terhadap sejumlah manajer investasi dan kepala investasi di kawasan Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).

Pada Rabu (1/9/2021) indeks saham global MSCI ACWI--yang menakar performa saham di 50 negara--mencapai level kenaikan tertinggi sepanjang masa ke posisi 743,67, sementara indeks saham Eropa STOXX, berhasil naik lebih dari 2% dalam sebulan terakhir. Kenaikan kedua indeks ini ditopang oleh stimulus moneter dan fiskal selama pandemi Covid-19.

Namun, di tengah kenaikan indeks saham global tersebut sejumlah manager fund mulai mengurangi porsi investasi di ekuitas atau saham.

Menurut survei Reuters, para fund manager memutuskan untuk sedikit memangkas alokasi rekomendasi ekuitas menjadi rata-rata 49,9% dari model portofolio global mereka. Sebelumnya, pada Juli lalu, Reuters melaporkan, manajer investasi memberikan porsi 50,1% untuk ekuitas, yang merupakan tertinggi dalam 3,5 tahun terakhir.

Bearish-BullishFoto: Reuters
Bearish-Bullish

Temuan survei ini tampak mendahului 'angin perubahan' dalam kebijakan moneter bank sentral AS Federal Reserve alias The Fed. Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat silang pendapat di antara para pejabat The Fed soal kapan waktu yang tepat tapering atau pengurangan pembelian obligasi bulanan Fed senilai US$ 120 miliar akan dimulai.

Kemudian, ketika ditanya soal kemungkinan koreksi di pasar saham global pada akhir tahun ini, sebagian kecil responden--9 dari 17 orang--mengafirmasi kemungkinan tersebut, sementara sisanya menyangkal bahwa pasar saham global akan lesu.

Dalam survei Reuters sebelumnya terhadap 250 ahli strategi pasar saham pada 11-24 Agustus lalu, para analis pasar memprediksi bahwa 'bulan madu' reli kenaikan saham global bakal berakhir dan kemungkinan akan terjadi koreksi pada akhir tahun ini.

"Adanya growth scare seiring meningkatnya infeksi virus corona dan perlambatan dalam aktivitas pembukaan kembali [sektor ekonomi] dapat menakuti pasar domestik [AS] sehingga mencatatkan koreksi moderat," kata Rob Haworth, direktur strategi investasi senior di US Bank Wealth Management di Seattle, Washington kepada Reuters.

Rob melanjutkan, pelaku pasar akan menganggap kondisi tersebut lebih ke persoalan growth scare daripada kemungkinan adanya risiko resesi atau perlambatan ekonomi signifikan, mengingat pemerintah masih 'jor-joran' mengguyur ekonomi dengan stimulus jumbo.

Menurut penjelasan di website Hamilton ETFs, growth scare bisa didefinisikan sebagai koreksi yang terjadi di pasar dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi, yang sejatinya tidak dibarengi oleh penurunan produk domestik bruto (PDB) secara aktual.

Growth scare bisa ditandai dengan reaksi berlebihan di pasar saham terhadap potensi perlambatan pertumbuhan PDB, misalnya, akibat Brexit atau pembalikan kurva imbal hasil (inverted curve yield) yang terjadi beberapa tahun lalu.

Kembali ke survei Reuters, dari responden yang mengatakan kemungkinan terkoreksinya saham global, secara median jajak pendapat memperkirakan harga saham bisa turun 8% dengan prediksi berkisar 5% -10%.

Tetapi, manajer investasi tersebut menekankan bahwa sebagian besar penurunan harga saham baru-baru ini bisa menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan eksposur terhadap aset berisiko, dengan memanfaatkan rezim suku bunga terendah.

Saat ditanya tentang kemungkinan perubahan yang paling mungkin dalam rekomendasi portofolio model selama 3 bulan ke depan, 10 dari 19 responden mengatakan mereka akan menambah porsi alias meningkatkan eksposur terhadap ekuitas.

Adapun responden yang tersisa mengatakan mereka akan mengurangi eksposur ke ekuitas atau obligasi. Selain itu, tidak ada satu pun yang mengatakan akan meningkatkan kepemilikan obligasi mereka.

"Kami mungkin akan meningkatkan eksposur ekuitas kami, tetapi kita sekarang sedang berada di stock picker's market. Ini adalah pertanyaan tentang 'apa yang Anda miliki di pasar daripada memiliki pasar'," kata Peter Lowman, kepala investasi di Kuorum Investasi di London.

Istilah stock picker's market ini cukup banyak digunakan oleh para analis saham atau fund manager. Secara umum, dalam kondisi stock picker's market, pasar masuk ke tren melemah (bearish) atau pasar sedang cenderung datar (sideways). Ini artinya, supaya mendapatkan cuan investor harus benar-benar cerdas dan selektif memilih saham mana yang akan dibeli.

Sementara, direktur pelaksana strategi investasi di SLC Management di Boston Dec Mullarkey menegaskan kembali pandangan umum bahwa perkara return (keuntungan investasi), ekuitas adalah 'the only game in town' alias satu-satunya pilihan terbaik.

"Kita mungkin berpikir segalanya tidak bisa menjadi lebih baik dari sekarang, tetapi ketika kita membandingkannya dengan kelas aset (asset classes) lain, bahkan untuk kinerja normal, masuk akal, dan sedang-sedang saja dari saat ini, saham masih akan tetap menjadi hasil yang bagus," katanya.

Namun demikian, jajak pendapat terbaru melaporkan, rekomendasi kepemilikan obligasi meningkat menjadi 39,7% dari portofolio global, naik dari 39,3% pada posisi bulan lalu. Ini menunjukkan masih ada kekhawatiran para investor dalam melihat kondisi ekonomi ke depan sehingga memutuskan untuk 'main aman'.

Dengan kata lain, kepala perusahaan investasi secara keseluruhan cenderung bertindak lebih berhati-hati soal alokasi portofolio mereka di tengah kebijakan moneter yang diprediksi bakal lebih ketat.

Selama 18 bulan setelah dimulainya pandemi pada Maret tahun lalu, varian baru Covid-19 dan dampak negatif yang dihasilkan pagebluk tetap menjadi risiko utama bagi posisi portofolio fund manager--selain, tentu saja, sentimen terkait keputusan pengurangan tiba-tiba stimulus moneter (seperti tapering) oleh bank sentral.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular