Bos BRI Sebut RI Siap Hadapi Risiko Tapering dari The Fed

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
Rabu, 01/09/2021 11:35 WIB
Foto: Viviana Dyah Ayu Retno K., direktur keuangan BRI. (Dok: BRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve melakukan pengurangan nilai atas obligasi (tapering) pada akhir tahun ini diperkirakan akan berimbas ke sektor keuangan, termasuk ke likuiditas perbankan.

Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu Retno Kumalasari menilai, saat ini kondisi pasar finansial di Indonesia sudah jauh lebih siap dibanding saat menghadapi tapering off pada tahun 2013 lalu.

Hal ini terlihat dari beberapa data ekonomi yang positif di mana cadangan devisa yang lebih besar dengan inflasi yang terjaga rendah dan kepemilikan porsi investor asing di instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang lebih rendah dibanding kepemilikan investor domestik.


Selain indikator tersebut, kata Viviana, bank sentral jugaI mengeluarkan kebijakan mendukung kestabilan Rupiah, sehingga dia menilai, dengan berbagai faktor tersebut, dampak rencana the Fed risikonya akan lebih terukur.

"Dari sisi BRI, kita sudah menyiapkan strategi untuk memperkuat portofolio banking grup dan trading book kami, termasuk mengelola posisi devisa neto (PDN) dengan lebih aktif dan dinamis," kata Viviana kepada CNBC Indonesia.

Viviana menambahkan, meskipun menghadapi risiko tapering di akhir tahun ini, dirinya optimis, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional dan pulihnya permintaan kredit, profitabilitas BRI akan terus berlanjut di semester kedua tahun ini.

Hal ini terlihat dari kondisi likuiditas di industri perbankan nasional yang cukup longgar dengan rasio loan to deposit ratio (LDR) di kisaran 80%.

"Kami optimis dapat membukukan laba bersih positif dan pertumbuhan positif dibanding tahun lalu yang didukung pertumbuhan segmen UMKM, efisieni biaya dana dan peningkatan fee based income," tuturnya.

Meski begitu, bank pelat merah bersandi BBRI ini juga tetap berhati-hati dalam pengelolaan kredit bermasalah, terutama setelah terjadinya gelombang kedua pandemi di tanah air.

"Second wave membuat kami di industri lebih berhati hati atas risiko pemburukan kulitas kredit dalam bucket restrukturisasi, kami tetap optimis dukungan pemerintah, regulator yang akomodatif akan membantu perbankan menjaga kualitas aset," ungkapnya.

BRI juga merevisi target rasio kredit bermasalah di tahun 2021 dari sebelumnya 3,1% menjadi pada kisaran 3,1% sampai dengan 3,3%.

"BRI memitigasi dengan baik terutama kredit yang direstrukturisasi, memonitor pertumbuhan dengan ketat, melakukan review rutin," katanya.


(hps/hps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bankir Putar Otak Genjot Kredit Saat Daya Beli & Ekonomi Lesu