"Raja Obligasi" Bicara Soal Emas, Mau Hancur atau Terbang?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 August 2021 15:35
Jeffrey Gundlach. Dok: CNBC Internasional
Foto: Jeffrey Gundlach. Dok: CNBC Internasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melesat tajam pada perdagangan Jumat pekan lalu merespon pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) mengenai tapering. Penguatan emas sempat berlanjut pada hari ini, Senin (30/8/2021) sebelum akhirnya terkoreksi.

Investor ternama Jeffrey Gundlach yang dikenal sebagai "Raja Obligasi" juga memberikan pendapatnya terkait harga emas, serta memberikan proyeksi kemana arah ke depannya. 

Melansir data Refinitiv, harga emas dunia meroket 1,37% Jumat lalu dan berlanjut 0,3% ke US$ 1.822/troy ons pagi ini yang merupakan level tertinggi sejak 4 Agustus lalu. Tetapi siang ini pukul 13:27 WIB, emas justru terkoreksi 0,13% ke US$ 1.814,39/troy ons.

idr

Gundlach sang "Raja Obligasi" yang pendapatnya kerap dijadikan referensi pelaku pasar melihat harga emas akan terus menanjak. Tetapi Gundlach melihatnya dalam jangka panjang akibat dolar AS yang akan mengalami penurunan.

Menurutnya, penurunan dolar AS tidak bisa dihindari, sebab kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah AS, yang membuat utang menjadi membengkak. Ia memprediksi dolar AS setidaknya akan ambrol 25%.

"Keyakinan saya yang pertama adalah dalam beberapa tahun ke depan, saya tidak berbicara hitungan bukan sama sekali tetapi tahun, dolar AS akan terus mengalami penurunan," kata Gundlach pada Yahoo Finance.

Meski demikian, Gundlach mengatakan saat ini emas masih akan berhibernasi, alias tidak akan mengalami pergerakan besar.

"Penurunan dolar AS menjadi salah satu alasan kita akan memilih emas. Saya pikir harga emas akan naik sangat tajam, tetapi saat ini masih berhibernasi" tambahnya.

Pendapat Gundlach terlihat dari pergerakan emas hari ini yang terlihat kehilangan momentum penguatan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Tahun Ini, Tetapi Emas Tetap Melesat

Pada perdagangan Jumat (27/8/2021) harga emas dunia meroket 1,37% ke US$ 1.816,66/troy ons yang merupakan level tertinggi sejak 4 Agustus lalu, atau beberapa hari sebelum mengalami flash crash.

Emas sebelumnya kesulitan bertahan di kisaran US$ 1.800/troy ons akibat kemungkinan terjadinya tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh The Fed.

Maklum saja, tapering yang terjadi pada tahun 2013 membuat harga emas hancur, mengalami tren menurun hingga tahun 2015.

Titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015. Jika dilihat dari rekor tertinggi saat itu yang dicapai pada September 2011 US$ 1.920,3/troy ons hingga ke level terendah tersebut, artinya harga emas dunia ambrol 45,54% dalam tempo 4 tahun.

Simposium Jackson Hole di AS pada hari Jumat pun menjadi perhatian pelaku pasar, sebab ketua The Fed, Jerome Powell, diperkirakan akan memberikan detail kapan dan bagaimana tapering akan dilakukan.

Benar saja, Powell memberikan petunjuk. Tapering akan dilakukan sebelum akhir tahun ini. Tetapi, emas bukannya merosot malah meroket. Sebabnya, Powell menegaskan setelah tapering dilakukan, bukan berarti suku bunga akan dinaikkan.

"Waktu mengurangi pembelian aset tidak berarti menjadi pertanda waktu kenaikan suku bunga. Keduanya merupakan hal yang berbesar secara substansial," kata Powell dalam pertemuan Jackson Hole.

Alhasil, meski tapering dilakukan di tahun ini, tetapi harga emas masih mampu menanjak, sebab suku bunga rendah 0,25% kemungkinan masih akan ditahan dalam waktu yang lama.

Selain QE, suku bunga rendah merupakan salah satu penopang kenaikan harga emas. The Fed sebelumnya memproyeksikan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular