
Komentar Pejabat Elite The Fed 'Nyakitin', Rupiah Loyo Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masuk lagi ke zona merah di awal perdagangan Jumat (27/8/2021). Tanda-tanda rupiah bakal kembali melemah sudah terlihat sejak kemarin, sebab dolar Amerika Serikat (AS) kembali perkasa.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03% di Rp 14.420/US$. Depresiasi rupiah makin membesar hingga 0,14% ke Rp 14.435/US$ pada pukul 9:10 WIB.
Indeks dolar AS membukukan penguatan 0,26% kemarin setelah merosot dalam 4 hari beruntun.
Komentar-komentar pejabat elit bank sentral AS (The Fed) mengenai tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) kembali membuat dolar AS perkasa.
"Kita kemungkinan tidak perlu lagi melakukan pembelian aset pada titik ini," kata presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard kepada CNBC International kemarin.
Bullard kembali menegaskan pilihannya untuk segara melakukan tapering QE yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan, dan mengakhiri program tersebut di awal tahun depan.
Ada lagi presiden The Fed wilayah Kansas City Ester George, kepada Fox Business mengatakan ia memperkirakan informasi detail mengenai tapering akan ada setelah rapat kebijakan moneter The Fed bulan September.
"Dengan inflasi yang kuat dan pemulihan pasar tenaga kerja yang diperkirakan berlanjut, ada peluang untuk mengurangi pembelian aset," kata George.
Ia juga lebih senang jika tapering dilakukan lebih cepat ketimbang mundur lagi.
Sementara presiden The Fed wilayah Dallas, Robert Kaplan mengatakan The Fed seharusnya mengumumkan tapering pada bulan September, dan melakukannya di bulan Oktober atau tidak jauh dari pengumuman, dan diselesaikan dalam waktu 8 bulan.
Komentar-komentar tersebut mengindikasikan tapering akan dilakukan di tahun ini, tetapi pelaku pasar juga menanti pernyataan dari ketua The Fed, Jerome Powell, di simposium Jackson Hole hari ini.
Jika tapering dilakukan dalam waktu dekat, maka ada risiko aliran modal akan keluar dari negara emerging market seperti Indonesia, yang pada akhirnya menekan rupiah. Jika capital outflow tersebut terjadi secara masif di berbagai negara, maka berisiko memicu taper tantrum seperti tahun 2013, yang memicu gejolak di pasar finansial global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
