Singapura Banjir Bandang, Dolarnya Kok Malah Terbang?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura semakin siang semakin menguat melawan rupiah, padahal pagi tadi sempat melemah dan Negeri Merlion sedang dilanda banjir bandang.
Melansir data Refinitiv, pagi tadi dolar Singapura melemah 0,2%, kemudian berbalik menguat 0,16% ke Rp 10.638,75/SG$ yang merupakan level terkuat sejak 6 Agustus lalu.
Pada Kamis pekan lalu, dolar Singapura masih berada di level terendah dalam 6 bulan terakhir, tetapi kemudian berbalik terbang ke level terkuat dalam 3 pekan terakhir. Pada periode tersebut, dolar Singapura melesat 0,82%.
Selasa kemarin, beberapa wilayah di Singapura mengalami banjir. Menurut Badan air nasional (PUB) setempat, ini terjadi akibat derasnya hujan di negeri itu.
Curah hujan terberat terjadi di Singapura bagian barat, 159,8 mm, di Jalan Bukit Panjang dari pukul 07.50 hingga 10.40 pagi. Badan itu mengeluarkan peringatan bahaya banjir di beberapa lokasi termasuk di kawasan Upper Bukit Timah, Woodlands dan Sunset Drive.
"Ada hujan deras yang berkepanjangan," kata PUB dalam facebooknya.
"Ini sesuai dengan 109% curah hujan bulanan rata-rata Singapura pada Agustus, dan berada di dalam 0,5% teratas dari catatan curah hujan harian maksimum sejak 1981."
Foto dan video yang beredar di media sosial juga memperlihatkan bagaimana Jalan Dunearn bak menjadi sungai karena air, dari Sime Darby hingga Taman Binjai. PUB mengatakan banjir bandang ini terjadi sekitar pukul 10.10 pagi dan menyebabkan lalu lintas terhenti.
Meski demikian, dolar Singapura masih kuat melawan rupiah sebab pelaku pasar lebih berhati-hati menunggu pertemuan Jackson Hole di Amerika Serikatr (AS). Pertemuan ini akan dihadiri pimpinan bank sentral, menteri keuangan, akademisi hingga praktisi pasar finansial dari berbagai negara.
Pelaku pasar menunggu pertemuan tersebut, sebab ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, diperkirakan akan memberikan detail kapan dan bagaimana tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan.
"Kami pikir investor akan menunggu untuk mendengar tapering dari Jerome Powell pada hari Jumat, sebelum kembali masuk ke aset-aset berisiko lagi," tulis ahli strategi dari ING dalam catatan kepada nasabahnya yang dikutip CNBC International, Selasa (24/8/2021).
Tetapi, jika Powell memberikan indikasi akan melakukan tapering di tahun ini, maka ada risiko aliran modal akan keluar dari negara emerging market menuju Amerika Serikat. Jika itu terjadi, rupiah berisiko tertekan, hal tersebut menyebabkan pelaku pasar berhati-hati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)