
5 Saham Bank Mini Ini Naik 'Gila-Gilaan', Cek Fundamental Yuk

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham bank mini atau bank BUKU II (bank dengan modal inti Rp 1-5 triliun atau bank KBMI 1) sepanjang tahun ini beberapa kali bergerak liar lantaran tersengat sentimen narasi bank digital dan aturan pemenuhan modal inti oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Asal tahu saja, menurut Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank diharuskan memiliki modal inti minimum bank umum sebesar Rp 1 triliun tahun 2020, Rp 2 triliun pada 2021 dan minimal Rp 3 triliun tahun 2022, sehingga, ada spekulasi, bank-bank yang belum memenuhi ketentuan harus melakukan merger atau akuisisi atau penambahan modal dari pemilik bank tersebut.
Setelah pada Februari lalu manajemen bank mini tersebut mengatakan tidak mengetahui adanya akuisisi oleh pemodal raksasa, akhirnya saham-saham bank mini tersebut bertumbangan hingga sempat menyentuh level ARB berkali-kali.
Terbaru, dalam empat hari terakhir, saham bank mini kembali menemukan gairahnya kembali seiring OJK akhirnya merilis peraturan terbaru mengenai bank digital pada Kamis pekan lalu (19/8). Peraturan bernomor POJK No. 12/POJK.03/2021 ini berisi 19 bab dan 160 pasal.
Salah satu yang diatur dalam POJK bernomor adalah bank digital yang tercantum di Bab IV dalam aturan ini.
Lebih rinci, OJK membolehkan Bank Digital beroperasi hanya 1 kantor fisik sebagai Kantor Pusat. Berikutnya, Bank Digital boleh beroperasi tanpa kantor fisik atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.
Lantas, bagaimana sebenarnya kinerja keuangan bank yang sedang dalam proses atau telah memproklamirkan diri sebagai bank digital?
Di bawah ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas kinerja fundamental 5 emiten bank mini yang punya kinerja saham terbaik dari total 14 bank yang mencoba masuk ke dalam ekosistem bank digital.
Apabila menilik data di atas, kelima saham bank mini tersebut memiliki lonjakan harga yang luar biasa secara year to date (ytd) atau sejak isu merger dan bank digital semakin santer pada awal tahun ini.
Saham BANK, yang melakukan debut di bursa pada 1 Februari lalu, menempati posisi pertama dengan 'meroket to the moon' mencapai 3.501,94%. Di posisi kedua ada saham yang dikendalikan CT Corp BBHI yang melambung 1.015,50%. Begitu pula dengan saham lainnya, seperti saham BABP yang melejit 860,00% secara ytd.
Lantas, bagaimana dengan kinerja fundamentalnya?
Mari kita bahas secara singkat di bawah ini.
Kinerja keuangan emiten bank mini tersebut tampaknya tidak selaras dengan pergerakan harga sahamnya yang 'liar'.
Berdasarkan data BEI di atas, dari 5 bank mini yang dianalisis, 3 bank mengalami pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau pendapatan mudharib (khusus Bank Aladin Syariah) selama semester I 2021, yakni Bank Aladin, Allo Bank, dan Bank Jago. Bank MNC dan Bank Neo Commerce membukukan penurunan pendapatan bunga bersih per paruh pertama tahun ini.
Sementara, apabila melihat laba bersih, 2 bank mengalami penurunan laba bersih secara tahunan, yakni Allo Bank dan Bank MNC. Kemudian, 2 bank lain malah mencetak rugi bersih dari sebelumnya laba bersih, yakni Bank Alladin dan Bank Neo Commerce.
Sisanya, satu bank masih membukukan rugi bersih seperti posisi semester I tahun lalu, tetapi rugi bersih tersebut berhasil terpangkas, yakni Bank Jago.
Mari kita bahas satu per satu secara singkat.
Bank Aladin Syariah
Bank Aladin Syariah melaporkan kenaikan pendapatan 8,84% pada paruh pertama tahun 2021 (Juni 2021) menjadi sebesar Rp 18,46 miliar. Pendapatan ini naik 10,20% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 16,75 miliar.
Meskipun mengalami kenaikan pendapatan, bank yang dikuasai oleh keluarga Nojorono melalui NTI Global malah mengalami kerugian bersih sejumlah Rp 3,13 miliar.
Kondisi ini memburuk dari posisi yang sama tahun sebelumnya di mana bank yang semula bernama Bank Net Indonesia Syariah masih membukukan laba bersih Rp 60,41 miliar.
Rugi bersih yang dialami perusahaan salah satunya diakibatkan oleh naiknya total beban usaha dari semula Rp 24,12 miliar kini membengkak menjadi Rp 37,88 miliar atau meningkat hingga 57%.
Allo Bank Indonesia
Pendapatan bunga Allo Bank naik 42,46% secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 89,61 miliar per akhir Juni 2020 menjadi Rp 127,66 miliar pada periode yang sama 2021.
Secara lebih rinci, pendapatan bunga disumbang oleh pendapatan dari kredit yang diberikan senilai Rp 52,70 miliar, pendapatan dari efek-efek sebesar Rp 73,60 miliar, penempatan pada Bank Indonesia Rp 1,31 miliar, dan sisanya penempatan pada bank lain senilai Rp 53,06 juta.
Seiring dengan kenaikan pendapatan bunga, beban bunga juga meningkat 23,59% secara tahunan menjadi Rp 74,19 miliar pada triwulan kedua 2021 dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 60,03 miliar.
Sejurus dengan itu, pendapatan bunga bersih Allo Bank juga tercatat tumbuh 80,76% secara yoy menjadi Rp 53,47 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 29,58 miliar pada semester I tahun lalu.
Sementara, laba bersih tahun berjalan mengalami penurunan 30,23% secara tahunan dari posisi 30 Juni 2020 sebesar Rp 32,86 miliar menjadi Rp 22,93 miliar.
Bank MNC
Bank MNC mencatatkan penurunan laba bersih 6,69% dari Rp 5,13 miliar pada semester I 2020 menjadi Rp 4,78 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Penurunan kinerja laba bersih ini seiring oleh turunnya pendapatan bunga Bank MNC 6,8% yoy, dari Rp 500,04 miliar pada paruh pertama 2020 menjadi Rp 465,86 miliar pada semester I tahun ini.
Sejurus dengan itu, sepanjang semester I pendapatan bunga bersih Bank MNC turun 15,31% secara tahunan menjadi Rp 182,84 miliar.
Penyaluran kredit BABP tumbuh 8,55% secara tahunan menjadi Rp 7,49 triliun pada semester I tahun ini, dari Rp 6,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Bank Neo Commerce
Bank yang dikuasai fintech Akulaku ini belum melaporkan kinerja keuangan semester I. Alhasil, Tim Riset menggunakan laporan keuangan kuartal I 2021.
Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, BBYB berhasil membukukan pendapatan bunga Rp 142,73 miliar, naik 6,88% secara tahunan dari Rp 133,54 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, pendapatan bunga bersih BBYB terkoreksi 4,89% menjadi Rp 52,32 miliar pada kuartal I 2021. Seiring dengan turunnya pendapatan bunga bersih, laba bersih BBYB pada kuartal I 2020 yang sebesar Rp 13,20 miliar berubah menjadi rugi bersih Rp 50,27 miliar pada periode yang sama 2021.
Total kredit BBYB tercatat naik 2,19% menjadi Rp 3,75 triliun pada triwulan I. Sementara, total DPK tumbuh dari Rp 3,94 triliun pada 31 Desember tahun lalu menjadi Rp 4,19 triliun pada kuartal I 2021.
Bank Jago
Terakhir, bank yang disokong investor Singapura dan Gojek ARTO masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 47 miliar pada semester I-2021, turun 8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dengan rugi bersih Rp 50,91 miliar.
Pertumbuhan kredit di semester I mengerek pendapatan bunga Bank Jago sebesar 289% (yoy).
Dengan beban bunga yang hanya meningkat 46%, perseroan mampu membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 423% menjadi Rp 139 miliar. Hal ini berdampak pada penurunan rasio cost to income dari 289% pada semester I 2020 menjadi 129% pada semester I 2021.
Kondisi ini turut mendongkrak rasio net interest margin (NIM) dari 4,1% menjadi 5% pada kurun yang sama.
Manajemen Bank Jago menjelaskan, sebagai bank teknologi yang tengah berkembang, perseroan terus mengalokasikan belanja modal untuk investasi IT, pengembangan aplikasi dan rekruitmen talenta baru. Hal ini membuat biaya operasional (operating expense) meningkat 135% menjadi Rp183 miliar.
Kenaikan biaya operasional ini berdampak ke perolehan laba periode semester I-2021 yang masih membukukan rugi bersih Rp 47 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setelah Sebulan Dibanting, Saham Bank Mini Mulai 'Liar' Lagi